Sultanate Institute dan BRIN Kantor Arkeologi Sumatera Utara melanjutkan kembali riset dan ekskavasi Situs Bongal.
Situs Bongal adalah kawasan cagar budaya yang berlokasi di Desa Jago Jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Situs ini diyakini merupakan pelabuhan bahkan “entreport” pelabuhan pelayaran internasional yang eksis pada abad 7-10 Masehi. Kesimpulan ini diperkuat dengan beraneka ragam temuan pada ekskavasi tahun 2021 lalu dan sejumlah temuan masyarakat.
Temuan tersebut diantaranya berupa fragmen kayu kapal lengkap dengan tali ijuk yang mengikatnya, koin emas era Umayyah dan Abbasiyah, keramik Dinasti Tang, tembikar berglasir dari Nisaphur, botol-botol kaca Islam, Wadah kalam (alat tulis Islam), peralatan medis, sisir tenun, dan sejumlah temuan lainnya.
Situs ini dinamakan Situs Bongal karena berada di kawasan Bukit Bongal Desa Jago-jago, Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah.
Situs ini sekaligus membuktikan bahwa Islam telah masuk pada abad 1 Hijriyah atau abad 7 Masehi, sehingga situs ini sangat penting bagi ilmu pengetahuan termasuk penyusunan historiografi Islam di Indonesia.
Ekskavasi lanjutan di Situs Bongal akan dimulai tanggal 14-28 Februari. Kegiatan Ekskavasi ini melibatkan para peneliti dari Sultanate Institute, Kurator Museum Abad 1 Hijriyah, Mapesa, para peneliti BRIN Kantor Arkeologi Sumatera Utara dan Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Arkeometri BRIN, dan peneliti kehutanan dari BPSI Kuok KLHK. Kegiatan ini dapat terselenggara berkat dukungan PT. Media Literasi Nesia serta Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah.
“Dari temuan temuan yang ada kita juga bisa mengetahui betapa majunya peradaban Islam pada masa itu sangat maju. Maka penyelamatan situs ini sangat penting, terutama untuk kepentingan edukasi masyarakat,” ujar Direktur PT Media Literasi Nesia, Abu Bakar Bamuzaham.
Direktur Sultanate Institute, Tori Nuariza mengungkapkan, selama ini pihaknya berupaya membantu riset Situs Bongal dengan menelusuri catatan penjelajah muslim dalam kitab-kitab Islam klasik. Menurutnya, cukup banyak catatan penjelajah muslim yang menyinggung pelayaran ke Samudera Hindia lengkap dengan nama kawasan serta komoditas unggulannya.
“Kami berkomitmen menyuguhkan berbagai referensi Islam klasik yang diperlukan dalam penelitian tentang situs Bongal. Misalnya sejumlah catatan ilmuwan muslim tentang Kota Fanshur dan Komoditas Kafur, ini cukup banyak kami temukan dalam kitab-kitab Islam klasik,” ujar Tori.
Kepala Riset dan Publikasi Ilmiah Sultanate Institute M. Faizurrahman menuturkan riset dan ekskavasi kali ini memiliki tiga tujuan. Pertama, melakukan pemetaan kawasan Bongal sesuai dengan konteks laporan para pelaut muslim yang tercatat dalam kitab-kitab Islam klasik seperti Ajaib Al-Hindi, Hudud Al-’Alam Min Al-Masyriq ila Al-Maghrib, Muruj Adz-Dzahab dan lain-lain.
Kedua, meneliti artefak-artefak aromatika yang ditemukan di situs ini. Hal ini dilakukan sebab pada kurun abad 7 hingga abad 13 masehi komoditas yang menjadi primadona dunia dari kawasan ini adalah kafur.
“Selain itu tujuan dari ekskavasi gabungan ini juga dalam rangka mencocokkan relevansi catatan-catatan Arab tentang Fansur dengan kondisi geografis dan temuan-temuan di situs ini, Situs Bongal,” ujar Izur.
Sementara itu, Ketua Tim Peneliti Arkeologi Situs Bongal Dr. Ery Soedewo berharap, dengan ekskavasi lanjutan ini pihaknya dapat memetakan dan mengetahui luas situs dari hulu hingga hilir. Sebagai awalan, ada 3 titik ekskavasi di situs Bongal, dan sampai akhir paling tidak akan menggali 6 titik.
Pihaknya juga akan melakukan penyelaman atau kegiatan arkeologi maritim di Teluk Pandan dan perairan dekat Pulau Bakar. Tujuannya untuk mengetahui moda transportasi yang digunakan pada era tersebut.
“Kita berharap mendapatkan data fresh seperti bangkai kapal lengkap dengan muatannya, sehingga dapat diketahui seperti apa moda transportasinya, dari mana berasal dan menuju ke mana,” ujar Peneliti Utama BRIN Kantor Arkeologi Sumatera utara tersebut, Senin (14/02/2022).
Eksplorasi Kawasan
Sebelum pekan ekskavasi situs Bongal dilakukan, Sultanate Institute menerjunkan tim ekspedisi. Tim ini mengemban misi melakukan eksplorasi dan penentuan titik ekskavasi lanjutan Situs Bongal.
Eksplorasi kawasan ini turut melibatkan tim ekspedisi Sultanate, peneliti Mapesa Yoesri Ramli dan Arkeolog Independen Deddy Satria.
Ketua Tim Ekspedisi Situs Bongal, Riyanto Nur Cahyo menuturkan, eksplorasi dilakukan sejak tanggal 25 Februari 2022. Selama 9 hari, tim telah melakukan esklorasi di sejumlah wilayah. Diantaranya kawasan perbukitan di Kampung Nias, seluruh bagian Situs Bongal, Teluk Pandan beserta hutannya dan kawasan di Ujung Kabun.
“Setidaknya sudah 85 titik yang kami eksplorasi dalam kegiatan pra ekskavasi ini”, jelas Riyan.
Riyan menambahkan, medan yang dilalui dalam eksplorasi kawasan ini cukup bervariasi. Namun sebagian besar merupakan hutan yang belum memiliki jalur pendakian.
“Jadi kami harus menerabas hutan untuk berpindah dari satu titik ke titik lainnya. Bahkan ada yang medannya sangat curam, sehingga kami harus merangkak,” tuturnya.
Saat melakukan eksplorasi di perbukitan Bongal Desa Jago Jago Kecamatan Badiri Tapanuli Tengah, tim menemukan 3 air terjun. Ketinggiannya sekitar 10 meter, 7 meter dan 5 meter. Selain itu juga ditemukan banyak anak sungai.
Keberadaan air terjun dan banyaknya aliran anak sungai diduga menjadi sumber air bersih di masa silam.
“Anak sungai sangat banyak untuk menyediakan sumber air bersih dan bermineral di Bongal. Pertanyaannya, sebesar apakah penggunaan air bersih di masa lalu. Satu lokasi yang sangat jelas untuk dapat dipahami ditemukan di lokasi beberapa lahan kebun” ujar Pakar Arkeologi Islam Deddy Satria.
Lanjut Deddy, tim juga menemukan banyak artefak saat mengeksplorasi lembah-lembah di Situs Bongal yang berada dekat dengan hutan nipah. Di kawasan ini banyak ditemukan fragmen dari perlengkapan-perlengkapan kapal. Ia menduga lembah Bukit Bongal di sepanjang Sungai Pinangsori ini dahulunya adalah bibir pantai.
Tim ekspedisi juga menemukan struktur yang diduga merupakan sisa-sisa bangunan di masa silam.
Selain itu pada bagian lembah dari Bukit Bongal, tim ekspedisi menemukan fragmen-fragmen keramik Changsa, gelang-gelang dari tembaga, serta tembikar berglasir dari Nishapur.
Selain itu tim juga menemukan cangkang kerang dan juga temuan berupa sampah kulit penyu. Deddy menduga temuan-temuan tersebut merupakan sampah-sampah makanan di masa silam.
Eksplorasi yang dilakukan sejak tanggal 25 Januari hingga 12 Februari 2020 itu memberikan suatu gambaran bahwa Situs Bongal terdiri dari tiga level atau tiga bagian.
Level 1 adalah kawasan lembah dari Situs Bongal yang di sini banyak ditemukan artefak-artefak.
Kemudian level 2 adalah kawasan yang berupa teras-teras atau tanah datar. Pada level ini Deddy bersama tim menemukan bekas struktur bangunan.
“Bahkan satu struktur ditemukan berbentuk teras dengan susunan batu berukuran seragam dengan dua tumpukan batu seperti kuburan dengan batu besar untuk tanda bagian kepala dan kaki kubur. Arah kedua kubur ini itu kiblat dan terasnya utara. Lokasi ini layak diuji untuk penggalian”, jelas Deddy Satria.
Dan terakhir adalah level 3 yang berupa bukit-bukit curam. Menurutnya menjadi titik akhir aktivitas manusia di masa silam.
Maka dari itu berdasarkan temuan-temuan dan pemetaan yang telah dilakukan, tim merekomendasikan ekskavasi dilakukan pada kawasan di level 1 dan 2. Sedikitnya ada 4 lokasi yang direkomendasikan sebagai titik ekskavasi.
“Saya menduga di lembah bukit yang dekat dengan rawa dan juga teras atau tanah datar banyak menyimpan jejak aktivitas manusia pada masa lalu, ” pungkas Deddy.