Siraf merupakan kota pelabuhan penting dalam sejarah peradaban Islam. Kota ini tumbuh pesat dengan tingkat kemakmuran ekonomi yang tinggi. Hourani bahkan menyebut Siraf merupakan satu-satunya kota yang menyaingi tingkat kemakmuran Bashrah.
Kota pelabuhan Siraf terletak di pesisir timur Teluk Persia di pantai teluk dangkal yang sebagiannya kini ditempati Bandar E-Tahari. Luasnya dapat mencapai 250 hektar dan menyebar sekitar 4 km di sepanjang garis pantai.
Kota Siraf panas dan tandus seperti Aden di perairan Laut Arab. Penduduk Siraf hidup dari perbekalan yang dibawa dari laut dan sumber mata pencaharian yang utama ialah aktivitas perdagangan.
Faktor inilah yang menyebabkan Siraf tumbuh menjadi kota yang makmur. Siraf menjadi tempat pertemuan kargo dagang dunia. Dari sini komoditas dagang diekspor ke Cina, Asia Tenggara, Asia Selatan, pesisir timur Afrika, hingga ke Laut Mediterania. Sebaliknya kapal-kapal pembawa komoditas impor juga berlabuh di kota pelabuhan ini, kemudian disalurkan melalui Bashrah.
George Fadlo Hourani dalam Arab Seafaring in the Indian Ocean in Ancient and Early medieval Times menyebut selain terhubung dengan Al-Ubullah, Bashrah juga terhubung dengan Siraf sebagai penyalur utama komoditas perdagangan.
Kapal-kapal yang berlabuh di Siraf membawa barang dagangan impor dari India dan Cina seperti kayu gaharu, kafur, permata, gading, wewangian, obat-obatan, bumbu, kertas, sutra, porselen, musk, besi, senjata, kesturi, dan timah. Dari sana, kemudian kapal-kapal dari Basrah, Sohar, dan Yaman mengambilnya untuk diperdagangkan. Sedangkan barang ekspor dari Siraf adalah linen dan mutiara.
Sejak abad ke-7 M Siraf kemudian tumbuh menjadi kota pelabuhan penting Teluk Persia, dan mencapai puncaknya pada abad 9-10 M. Pada masa ini Siraf kian berkembang pesat bahkan berperan sebagai pusat pelayaran dan perdagangan maritim dunia.
Di bawah pemerintahan Islam ini aktivitas perdagangan dan ekonomi Siraf tumbuh pesat. Daulah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad mendorong laju perdagangan hingga ke titik terjauh. Para pelayar muslim beperan membentuk interaksi perdagangan dunia. Melalui perairan Samudra Hindia Siraf terkoneksi dengan Asia Selatan, Asia Tenggara, serta Cina di sisi timur, serta kawasan Laut Arab, pesisir timur Afrika, hingga kawasan Mediterania di sisi barat.
Dionisius A. Agius dalam Classic Ships of Islam: From Mesopotamia to the Indian Ocean menyebut, interaksi perdagangan ini mempengaruhi perkembangan kota-kota pelabuhan di negeri-negeri pesisir Samudra Hindia.
Siraf berperan penting mendorong perkembangan kota-kota pelabuhan seperti Aden di pesisir selatan Arab dan Kilwa, Mogadishu, serta Malindi di wilayah pesisir timur Afrika.
Berdasarkan data arkeologis melalui penggalian ekskavasi Siraf eksis sejak masa Dinasti Sassaniyah Persia. Temuan struktur benteng yang menunjukkan usia pertanggalan berasal dari abad ke-6 M merupakan sisa okupasi benteng Dinasti Sassaniyah.
Pada masa ini Siraf disebut telah menjalin interaksi dengan kawasan Laut Arab sejauh daerah Makran dan pesisir Sind dekat Karachi dan pesisir Gujarat. Kontak dagang juga meluas ke Barat setidaknya hingga mencapai Aden dan ke selatan di sepanjang pesisir India hingga mencapai Srilangka.
Sejumlah peneliti menyebut relasi perdagangan Teluk Persia pada masa Sassaniyah ini bahkan telah mencapai kawasan yang lebih jauh hingga ke Cina. Namun masih terbatas dan bukti-buktinya masih sulit diungkap secara solid.
Setelah masa Islam Siraf tumbuh kian pesat. Kehadiran Islam mendorong aktivitas pelayaran dan perdagangan kian ramai dan meluas. Koneksi perdagangan terhubung antara Baghdad di Teluk Persia dengan Kanton di Cina.
Sorna Khakzad, dkk dalam Maritime Aspects of Medieval Siraf, Iran: a Pilot Project for the Investigation of Coastal and Underwater Archaeological Remains menyebut bukti eksistensi Siraf pada masa abad pertengahan jauh lebih memadai berdasarkan data arkeologis maupun sumber dokumen sejarah.
Temuan-temuan arkeologis ditemukan berdasarkan penggalian ekskavasi oleh David Whitehouse. Di antaranya struktur masjid jami’, koin-koin, keramik, tungku dan sejumlah komoditas lainnya yang berasal dari abad 7-10 M.
Semua geografer dan sejarawan muslim abad pertengahan menyebut Siraf sebagai kota pelabuhan penting di Teluk Persia. Seperti Ibn Khurdadhbih, Abu Zayd as-Sirafi, Sulaiman at-Tajir, Buzurq bin Syahriar al-Ramhourmuzi, al-Thabari, al-Muqaddasi, al-Balkhi, al-Istakhri, Ibn Hawqal, al-Mas’udi, dan Yaqut al-Hamawi.
Sumber-sumber dokumen catatan pelayaran geografer muslim abad pertengahan tersebut menyebut Siraf berperan membentuk rute pelayaran dan perdagangan maritim dunia.
Eksistensi Siraf mulai menurun pada abad ke-10 M. Sejumlah peneliti menyebut Siraf ditinggalkan karna faktor terjadinya bencana pada tahun 977 M. Para pedagang berpindah ke selatan yaitu ke Kish (Qais) dan Sohar. Pada awal abad ke-13 M Yaqut al-Hamawi yang mengunjungi Siraf menyebut hanya terdapat sisa penduduk dalam jumlah kecil.