Lokasi penemuan
Diyakini bahwa nisan ini berasal dari Kawasan situs sejarah Kerajaan Lamuri di Gampong Lamreh, Krueng Raya, Aceh Besar. Namun kemudian nisan ini dipindahkan dan disimpan di Museum Aceh. Tipologi, model dekorasi dan kaligrafi, semuanya menunjukkan dengan jelas bahwa nisan ini berasal dari kawasan situs Lamuri di Lamreh. Menurut dugaan MAPESA, batu nisan berasosiasi dengan batu nisan Malik Zainal Abidin yang ditemukan di sisi barat Ujong Bate Kapai, Lamreh.
Kondisi
Kondisi batu nisan baik sekali. Inskripsi bisa dibaca dengan cukup jelas. Ornament juga masih terjaga dengan baik.
Tipe Batu Nisan
Batu nisan ini bertipe plang-pleing. Nisan ini berbentuk persegi empat pada bagian atas permukaan tanah, dan semakin ke atas semakin mengerucut. Bagian dasar batu nisan masih berupa batu utuh, tidak dipahat sama sekali.
Bahan
–
Dimensi
–
Ornamen
Pada setiap sisi nisan: di bagian dasar batu nisan masih berupa batu utuh, tidak dipahat; di atasnya, panel berisi inskripsi; lalu di bagian atasnya lagi, di dalam lis, terdapat relief hiasan dengan motif floris, yang dipadukan dengan dua garis lengkung di sisi kanan dan kiri. Kemudian pada bagian atasnya terdapat relief hiasan dengan motif floris yang semakin ke puncak semakin mengerucut.
Inskripsi
Konteks
Nisan ini adalah penanda kubur Syaikh Hibatuddin ‘Umar, yang dipanggil (kunyah) dengan Abul Qasim, yang wafat pada 5 Sya’ban 845 hijriah. Jika penanggalan tersebut dikonversikan ke tahun masehi maka tokoh tersebut telah wafat pada 18 Desember 1441 masehi (hari Sabtu). 845 hijriah ke 1438 hijriah adalah 593 tahun. 1441 ke 2017 adalah 576 tahun. Artinya: batu kubur ini telah berusia dan bertahan selama 5 abad.
Tokoh yang dimakamkan di Lamreh ini disebutkan lengkap dengan kunyah (panggilan): Abul Qasim, bergelar Syaikh Hibatuddin, dan namanya Umar. Mempertimbangkan penyebutannya dengan gelar Syaikh Hibatuddin, serta dengan terdapatnya kesamaan ayat dan kalimat-kalimat yang dipahat pada batu nisannya dengan yang terpahat pada batu nisan Qadhi Shadrul Islam Isma’il yang juga tedapat di kawasan situs Lamuri di Lamreh, maka muncul perkiraan kuat bahwa Syaikh Hibatuddin adalah juga seorang qadhi, dan telah wafat sebelum Qadhi Shadrul Islam Isma’il. Sedangkan mengenai kunyahnya, Abul Qasim, yang dalam mazhab Asy-Syafi’iy, adalah merupakan sesuatu yang tidak dibolehkan sebab mengambil kunyah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam, maka dalam mazhab Malik, itu adalah sesuatu yang dibolehkan. Ternyata faktanya Syaikhul Islam Ibnu ‘Asakir yang bermazhab Asy-Syafi’iy juga menggunakan kunyah: Abul Qasim.