Nisan ini terletak di Gampong Beuringen, Samudera, Aceh Utara.
Sultan Al-Malik Ash-Shalih adalah seorang pendiri Dinasti Ash-Shalihiyyah atau yang dikenal dengan Kesultanan Samudra Pasai, sebuah dinasti Islam pertama di Kawasan Asia Tenggara. Ia wafat pada 696 H/1297 M. Berdasarkan inskripsi pada nisan, Sultan Al-Malik Ash-Shalih dikenal sebagai seorang penguasa yang bertaqwa. Ia seorang pemberi nasehat yang berasal dari keturunan yang terhormat dan terkenal. Ia juga seorang yang pemurah serta ahli ibadah dan pembebas (futuh).
Dengan mendirikan Kesultanan Samudra Pasai, ia meletakkan dakwah dan penyiaran Islam sebagai tugas utama seorang penguasa. Begitulah pengaruh Kesultanan sebagai kekuasaan politik beserta jasa para penguasanya, komunitas masyarakat Islam berkembang seiring dengan peran kekuasaan politik dan penguasanya. Kesultanan Samudra Pasai ini berkuasa hingga dua abad lebih, berakhir pada dekade kedua abad ke-16 M ditandai dengan wafatnya Sultan Zainal ‘Abidin bin Mahmud pada 923 H/1518 M.
Dikutip dari Mapesa, Nisan Al-Malik Ash-Shâlih memiliki karakter seni dan ekspresi kebudayaan Islam pada era Kesultanan Aceh Darussalam. Sisi struktur materilnya berupa bahan baku, ornamen, relief, kaligrafi dan pilihan ayat-ayat Al-Qur’an yang diukir, memiliki kecenderungan cita rasa seni Islam di era Kesultanan Aceh Darussalam. Yakni, seni yang secara kontras menampilkan suatu asimilasi budaya masyarakat pra-Islam di utara Sumatera dengan nilai-nilai Islam yang universal.
Jika ditilik dari inskripsi pada nisan, kalimat yang dipahat mencerminkan suatu ungkapan jujur sang seniman pada sosok yang dikenangnya. Kalimat-kalimat tersebut tersusun rapi, lancar, dan tidak dibuat-buat. Ia layaknya ungkapan yang diucapkan seolah tanpa dipikir-pikir, lahir begitu saja secara spontan seakan ada satu dorongan kuat yang mendesaknya keluar secara tiba-tiba, yakni satu pengakuan batin bahwa orang ini amat pantas dikenang, diingat serta diteladani.
Kita seperti melihat jelas bagaimana genangan airmata meluap ketika penyusun kalimat ini menelusuri ruang- ruang ingatan dan pengalaman pribadinya, memerah ungkapan-ungkapan tersebut dari hidup seorang yang besar dan mengagumkan sebagai Al-Malik Ash-Shâlih. Ia tak dapat memendam keharuan sekaligus “patah hatinya” karena ditinggal pergi untuk selamanya oleh seorang yang ia kenal dengan baik, seorang yang telah dimudahkan oleh Allah untuk meninggikan agama-Nya di belahan tenggara bumi ini.
Ia merupakan sosok yang memiliki kepribadian yang patut mengemban tugas dan tanggung jawab dakwah Islam di kawasan Sumatra atau bahkan juga Semenanjung Melayu. Tuturan kalimat pada pahatan nisan tampaknya juga lebih dapat dipertanggung jawabkan akan penggambaran sosok penyebar Islam pertama di belahan Tenggara kawasan Asia dibanding muatan yang tertulis dalam Hikayat Raja-Raja Pasai.
Terjemah inskripsi pada nisan:
Inilah kubur orang yang dirahmati lagi diampuni, yang bertaqwa lagi pemberi nasehat, yang berasal dari keturunan terhormat dan terkenal lagi pemurah, yang ahli ibadah dan pembebas, yang digelari dengan Sultan Al-Malik Ash-Shalih, yang meninggal dunia pada Bulan Ramadhan tahun 696 Hijriyah. Semoga Allah melimpahkan rahmat ke atas pusaranya dan menjadikan syurga bagi tempat kembalinya.