Tradisi pelayaran, mungkin tidaklah menjadi kebiasaan bagi para penduduk Arab pedalaman seperti orang-orang Mekah, Madinah dan kawasan pedalaman lain. Namun bagi masyarakat pesisir seperti Yaman, Oman dan Bahrain, tradisi pelayaran sangat melekat bagi mereka, sebab laut adalah bagian dari kehidupan sehari-hari.
Philip K. Hitti dalam History of the Arabs menyebut masyarakat Arab merupakan masyarakat berkebudayaan maritim. Sejak abad pertama masehi, orang-orang Arab pesisir telah menjadi perantara dagang antara kawasan dunia Eropa dengan India.
Tak hanya itu, pada masa kekuasaan Dinasti Sassaniyah Persia, masyarakat pesisir Semenanjung Arab (Yaman, Oman, dan Bahrain) juga telah menjelajah lautan hingga mencapai kawasan Cina. Latar belakang maritim ini kemudian mendorong terbentuknya kekuatan armada angkatan laut Islam.
Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syam yang menjabat sejak masa Khaalifah Umar bin Khattab, menginisiasi pembangunan armada maritim Islam. Inisiasi ini dilakukan dalam rangka upaya futuhat, menghadapi pasukan armada Bizantium di kawasan perairan Laut Mediterania.
Muawiyah yang berkedudukan di Damaskus, ia memahami betul kondisi masa itu. Di sana ini berbatasan langsung dengan wilayah-wilayah kekuasaan Romawi Timur di Bizantium. Oleh karena itu, pembentukan armada mendesak untuk dibentuk.
Pembentukan armada maritim kemudian didukung dengan pembuatan armada-armada kapal. Armada kapal berbadan kecil dan memiliki dayung dikedua sisi mampu melawan pasukan Romawi dengan mengandalkan kelincahan dan kecepatannya.
Setelah itu pasukan angkatan laut Islam juga berhasil mengambil alih sejumlah pusat galangan kapal Bizantium. Mereka berhasil merebut galangan kapal di Mesir dan di Akka (Acre). Penguasaan galangan kapal ini semakin mempercepat pembentukan kekuatan armada maritim Islam yang lebih kuat. Selain itu, penguasaan galangan kapal juga berpengaruh pada peningkatan aktivitas maritim di masa selanjutnya.
Peristiwa yang menentukan dominasi angkatan laut Islam terawal adalah pertempuran Dzat Ash-Shawari. Pertempuran ini adalah pertempuran laut besar pertama yang dilakukan oleh kaum Muslimin.
Pertempuran ini merupakan titik tolak perubahan besar dalam perjalanan aktivitas maritim dan pengaruh Islam melalui jalur laut. Interaksi peradaban Islam kemudian berlangsung selama berabad-abad. Sejak abad ke-7 M Islam mendominasi pelayaran dan perdagangan maritim dunia.
Kawasan perairan Samudra Hindia layaknya suatu danau bagi Islam. Andre Wink dalam Al-Hind The Making of the Indo-Islamic World menyebut, sejak abad ke-7 M hingga selama abad pertengahan berlangsung, Samudra Hindia layaknya Arab Mediterranean.