Penelitian Situs Bongal telah berlangsung sejak tahun 2021 hasil kerjasama penelitian antara Sultanate Institute dengan Balai Arkeologi Sumatra Utara dan dilanjutkan oleh BRIN pada tahun 2022.
Setahun sebelumnya, pada tahun 2020 Sultanate Institute dengan menggandeng sejumlah pakar telah memulai ekspedisi dan survey lapangan di Situs Bongal.
Berdasarkan rangkaian proses tersebut, penelitian telah membuka total 30 titik pengujian dan telah memberi banyak informasi tentang pentingnya Situs Bongal sebagai kawasan Cagar Budaya yang memiliki akar historis interaksi perdagangan dan pelayaran antara Kepulauan Nusantara (Bilad al-Jawi/Land of Below the Wind) dengan dunia internasional sejak abad ke-7 M hingga abad ke-10 M.
Selain itu, dalam konteks kajian sejarah dan arkeologi maritim, Situs Bongal juga mengungkap bukti penting tentang perkembangan kemajuan teknologi maritim dan teknologi pelayaran masa itu. Perkembangan tersebut bahkan dinilai berlangsung sangat massif.
Hal ini dijelaskan oleh Kepala Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan BRIN, Marlon Ririmasse pada acara peresmian Museum Fansuri Situs Bongal di Desa Jago-Jago, Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah, Sabtu (13/05/2023).
“Di Situs Bongal, kita bisa melihat bukan saja dari bukti-bukti arkeologis yang mencerminkan objek dan komoditi yang terkait perniagaan lintas Samudra Hindia, tetapi juga terdapat bukti-bukti tentang perkembangan teknologi maritim dan teknologi pelayaran yang menunjukkan aktifitas tersebut berlangsung secara massif”.
Bukti-bukti perkembangan teknologi maritim dan pelayaran ini ditunjukkan dalam temuan artefaktual fragmen kayu kapal. Temuan artefaktual ini merupakan temuan pertama sekaligus tertua di kawasan pesisir barat Sumatra. Para peneliti arkeologi maritim bahkan menyebut, fragmen kayu kapal yang ditemukan di Situs Bongal memiliki ukuran yang lebih tebal dibanding temuan kayu kapal di situs-situs di Sumatra dan Jawa.
Mengungkap Fakta Baru Historiografi Islam Indonesia
Kompleksitas ragam artefakual Situs Bongal menunjukkan bukti interaksi global dan merupakan lokasi tempat pertemuan komoditas dari tiga kawasan utama yakni Timur Tengah atau dunia Islam, Asia Selatan atau India, dan Asia Timur atau Cina.
Situs Bongal juga menyimpan level peradaban yang tinggi. Interaksi yang terjalin begitu erat, mendorong lahirnya aktivitas industri di Situs Bongal. Bukti-bukti ini ditunjukkan dengan ditemukannya artefak yang melimpah, yang merupakan jejak aktivitas perindustrian, seperti keramik, kaca, peralatan medis, peralatan tenun, dan alat-alat pencetak koin.
Dalam konteks historiografi, Situs Bongal tentu menunjukkan fakta baru yang penting bagi historiografi Islam di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah temuan artefaktual yang berasal dari dunia Islam, seperti koin, keramik, kaca, instrumen alat bedah medis, alat pencetak koin, alat tulis kalam, dan manik-manik.
Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah & Sejarah BRIN M. Irfan Mahmud menilai, bahwa Situs Bongal dapat mengungkap dan mengisi kekosongan sejarah Islam di Indonesia.
Dalam kesempatan di acara peresmian Museum Fansuri Situs Bongal, ia menyebut “Situs Bongal akan mengungkap dan mengisi kekosongan dari sejarah Islam Indonesia, terutama di masa transisi Umayyah dan Abbasiyah yang belum banyak dibahas”, terangnya pada Sabtu (13/05/2023).
Irfan melanjutkan, “Temuan-temuan Bongal akan memberikan implikasi pada satu literasi yang lebih luas, terutama bagaimana Bongal ini menunjukkan adanya kosmopolitas dari periode-periode yang lebih tua dari yang kita bayangkan selama ini. Bongal menjadi satu jangkar dari berbagai hubungan”.
Hal ini diperkuat dengan hasil uji pertanggalan Situs Bongal. Berdasarkan uji pertanggalan di Waikato University, Situs Bongal merupakan kawasan situs perkotaan pesisir tertua di kawasan pesisir barat Sumatra. Situs Bongal bahkan menjadi satu-satunya bukti tertua interaksi masyarakat Nusantara dengan dunia Islam yang telah terjalin sejak abad ke-7 M.