Kanal-kanal berperan penting dalam menghubungkan dua lokasi perairan bersejarah yaitu Sungai Nil dan Laut Merah. Bertahun-tahun yang lalu Sungai Nil dan Laut Merah terhubung melalui kanal-kanal yang dibangun sejak masa Persia, Yunani, Romawi, hingga masa Peradaban Islam.
Berdasarkan data sejarah, arkeologi, kartografi, dan data satelit yang ditemukan, secara kronologi kanal-kanal yang menghubungkan Sungai Nil dan Laut Merah dibangun sempat ditinggalkan pada masa Romawi. Pembukaan wilayah Islam di Mesir kemudian membuka kembali kanal ini yang berpengaruh besar terhadap lalu lintas pertukaran dagang.
Pembuatan jalur penghubung Sungai Nil dan Laut Merah merupakan kerja penting teknologi pembangunan secara kolektif dan upaya manusia dalam membangun peradabannya. Namun amat disayangkan, dengan skala peran yang sangat besar, banyak peran penting keberadaan kanal khususnya yang menghubungkan Sungai Nil dan Laut Merah dilupakan.
Temuan struktur kanal yang telah terpendam menyimpan makna sejarah yang begitu penting bagi pengetahuan di masa depan. Peran kanal sangat sedikit dipahami dan sangat sedikit juga yang memahami bagaimana kehidupan orang-orang masa itu dalam memanfaatkan kanal dan menavigasinya.
Kanal dapat menunjukkan peran pentingnya serta hubungannya dengan dunia yang lebih luas, yaitu rute-rute pelayaran dan perdagangan maritim yang menghubungkan antar kawasan.
Peran kanal dalam menghubungkan Sungai Nil dan Laut Merah
Para pemimpin muslim masa awal sangat memahami bagaimana kanal al-Qulzum berfungsi sebagai jalur penghubung yang memudahkan kapal-kapal berlayar membawa para pedagang beserta komoditas dagangnya.
Peradaban Islam merupakan satu-satunya periode di mana sumber-sumber sejarah menjelaskan tentang waktu dimulainya dan ditinggalkannya kanal yang menghubungkan Sungai Nil dan Laut Merah.
Penulis Mesir, Ibn ‘Abd al-Hakam (wafat 870 M) mengumpulkan catatan-catatan tentang pembukaan kembali kanal sejak abad ke-7 M di Mesir. Ia menulis bahwa ‘Amr Ibn al-‘Ash, pemimpin futuhat Islam di Mesir, tepatnya di Kota Fustat, menulis kepada Khalifah ‘Umar bin Khattab di al-Madinah untuk mengusulkan pembukaan kembali kanal sebagai solusi untuk menangani krisis pangan. ‘Amr bin al-‘Ash menulis:
“Anda tahu bahwa sebelum Islam, kapal-kapal biasa datang ke kita membawa para pedagang dari Mesir. Ketika kita menaklukkan Mesir, kanal itu dipotong, ditutup, dan para pedagang meninggalkannya.”
Sumber sejarah di atas menunjukkan suatu petunjuk penting bahwa, kanal al-Qulzum berfungsi sebagai jalur penghubung interaksi perdagangan terutama pasokan pangan.
Kanal al-Qulzum dibuka kembali untuk meningkatkan skala ekspor biji-bijian. Tekstil dan bahan makanan seperti bawang, kacang, dan cuka akan dikirim melalui rute kanal al-Qulzum yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah tersebut.
Kapal-kapal yang berlayar menuju Hijaz membawa pasokan pangan jenis padi dan gandum. Hal ini sangat sesuai antara siklus panen gandum di Mesir dengan pergantian musim untuk melayari kanal antara Sungai Nil dengan Laut Merah.
Pembukaan kembali kanal al-Qulzum juga berdampak besar terhadap perkembangan pertanian dan permukiman di sepanjang lintasannya. Para pemimpin Islam masa awal sangat menyadari bahwa kanal begitu penting bagi lalu lintas perdagangan, pasokan pangan, hingga perkembangan permukiman dan aktivitas pertanian.