Sistem ekonomi Islam merupakan salah satu fondasi awal bagi sistem moneter dan perdagangan dunia. Jauh sebelum para ekonom klasik Eropa merumuskan teorinya, prinsip-prinsip Islam telah meletakkan dasar bagi perdagangan bebas, keadilan transaksi, dan inovasi keuangan yang memungkinkan terbentangnya jaringan ekonomi global dari Spanyol hingga China.
Kehadiran Islam bukan sekadar reformasi spiritual, tetapi juga revolusi ekonomi yang mengubah praktik perdagangan yang zalim dan penuh anarki menjadi sebuah sistem yang terstruktur, adil, dan transparan.
Ekonomi masa Pra-Islam
Perdagangan pada dasarnya bukanlah hal baru bagi masyarakat Arab. Sebelum masa dakwah Islam, perdagangan dianggap sebagai profesi yang mulia, Suku Quraisy juga dikenal sebagai pedagang ulung yang menguasai rute karavan musiman ke Suriah dan Yaman.
Masyarakat Arab khususnya di wilayah pesisir merupakan masyarakat dengan kebudayaan maritim. Sejak masa yang lampau mereka menjadi penghubung perdagangan di lintasan perairan Semenanjung Arab dan Laut Merah.
Namun, praktik perdagangan di era ini didasarkan pada ketimpangan dan ketidakjujuran. Kurangnya transparansi, penipuan, dan kecurangan adalah praktik umum yang seringkali memicu konflik dan permusuhan antar suku selama beberapa generasi.

Bentuk perdagangan yang timpang dan tidak jujur ditunjukkan dalam beberapa praktik transaksi spekulatif, penjualan fiktif, dan penipuan murni.
Transaksi Spekulatif seperti kisah Al-Ramy Bi-l-Hasah (menentukan jual beli dengan lemparan batu), Munabadah (saling melempar barang untuk meresmikan transaksi tanpa diperiksa), dan Mulamasah (transaksi sah hanya dengan menyentuh barang tanpa melihatnya).
Penjualan fiktif Seperti Bay habl al-hablah yang menjual janin hewan yang masih dalam kandungan. Ada pula Mukhadarah yaitu menjual buah yang masih hijau dan belum jelas hasilnya, serta Muawamah yaitu menjual hasil panen untuk beberapa tahun ke depan.
Kemudian praktik penipuan murni terjadi pula Seperti Tasriyah, yaitu praktik curang tidak memerah susu hewan ternak selama berhari-hari agar terlihat memiliki kantung susu besar, sehingga menipu pembeli.
Reformasi dan Etika: Lahirnya Sistem Ekonomi Islam
Islam datang dan “menghapuskan kebiasaan-kebiasaan” yang kita kenal dengan jahiliyah. Al-Qur’an dan Hadis secara tegas merombak total sistem yang ada dan “merumuskan aturan baru untuk mengatur perdagangan dan pasar yang adil”.
Perubahan sistem merupakan misi dalam menyesuaikan manusia sesuai fitrahnya. Dalam konteks aktivitas perdagangan dan ekonomi, Islam menuntun kepada sistem yang adil dan berdasar pada keseimbangan.
Islam melarang praktik merusak, di mana Islam secara tegas melarang segala bentuk transaksi yang ambigu atau merusak (Fasad). Nabi Muhammad (SAW) melarang keras penimbunan komoditas (terutama makanan) untuk menaikkan harga dan mengecam siapa pun yang mengganggu mekanisme pasar untuk mengambil keuntungan secara tidak adil.
Islam juga menegaskan transparansi, di mana sistem baru ini menuntut “transparansi, keadilan, dan kerja sama”. Aturan ini ditegakkan begitu serius sehingga Khalifah Umar bin Khattab mewajibkan siapa pun yang ingin masuk pasar harus memiliki pengetahuan tentang aturan muamalat (transaksi bisnis).
Hadirnya Islam telah mengubah tatanan ekonomi global secara fundamental. Dengan memberantas praktik perdagangan jahiliyah yang anarkis dan curang, Islam memperkenalkan sebuah sistem yang revolusioner pada masanya: sebuah pasar bebas yang didasarkan pada keadilan, transparansi, dan etika.
Sistem inilah yang memberikan kepercayaan dan perangkat—seperti bank dan cek—yang diperlukan untuk membangun jaringan perdagangan global pertama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prinsip ekonomi Islam telah menyediakan fondasi penting bagi pengembangan sistem moneter dan ekonomi dunia modern.
















