Melacak jejak temuan arkeologi di Barus, tim peneliti Sultanate Institute berkesempatan mengunjungi kompleks Makam Mahligai dan Situs Lobu Tua di Barus. Disana tim menelusuri temuan dan kekayaan arkeologis Kawasan bersejarah Barus bersama dengan peneliti arkeologi Balar Sumut Dr. Ery Soedewo, sejarawan Unimed Prof. Dr. Ichwan Azhari, dan turut serta pula Komunitas Barus Heritage.
Makam Mahligai
Kompleks Makam Mahligai terletak di Desa Aek Dakka berjarak sekitar lima kilometer di utara Kecamatan Barus. Ia menempati kawasan sebesar lima hektar yang isinya diperkirakan lebih dari 200 nisan. Ditilik melalui bentuknya, nisan-nisan pada kompleks makam ini memiliki keunikan sendiri, dimana bentuk nisan tersebut variatif dan beragam. Berdasarkan identifikasi, makam tersebut setidaknya dapat dikelompokkan menjadi tujuh ragam bentuk nisan.
Pertama, nisan dengan bentuk pilar atau tiang bersisi delapan dengan motif hias bunga teratai, motif bunga, dan kali-grafi Arab. Jenis batu semacam ini mempunyai mahkota yang bentuknya seperti bunga teratai. Kedua, batu nisan berbentuk silinder dengan puncak mahkotanya berbentuk teratai. Sebagian di antaranya berhiaskan motif kerawangan bertema sulur-sulur yang dikombinasikan dengan motif geometri. Ketiga, bentuk nisan pipih bagian atas dipotong dengan leng-kung-lengkung kecil, dengan kesan bergerigi.
Kemudian keempat, bentuk nisan pipih dengan bagian atasnya melengkung, seperti bentuk lunas kapal Motif hiasnya bertema tumbuh-tumbuhan dan bunga-bungaan. Kelima, bentuk nisan pipih /papan batu dengan bagian kepala nisan bulat atau berupa lingkaran namun tanpa mahkota bunga teraitai, dan bagian badan batu nisan berbentuk persegi empat sama sisi atau persegi panjang secara vertikal. Keenam, nisan berbentuk pipih/papan batu dengan dengan bagian kepala batu nisan berupa mahkota bunga teratai, sedangkan badannya persegi empat. Dan ketujuh, batu nisan dari batu alam tidak dipahat.
Keunikan lain ialah inkripsi yang terpahat pada sebagaian besar batu nisan di komplek makam ini adalah kalimat tauhid. Kalimat tauhid atau syahadat merupakan ajaran pokok dan utama dalam Islam yang menegaskan keesaan Allah dan pengakuan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ditulisnya kalimat tauhid pada batu nisan dapat kita pandang menjadi sebuah peringatan kepada orang yang masih hidup untuk memegang teguh keimanan.
Bertauhid setidaknya mencakup tiga aspek perilaku, yaitu membenarkan dalam hati, mengikrarkan dalam lisan, dan mengerjakan dengan amal perbuatan. Artinya, antara hati, ungkapan dan perbuatan haruslah berkesesuaian dan bukan sebaliknya.Di sisi lain penulisan kalimat ini, dapat pula diartikan sebagai bentuk penyerahan diri ahli kubur kepada Rabbnya. Hal ini diungkapkan oleh peneliti Sultanate Institute Furqon Muhammad Faiz, “Di Makam Mahligai terdapat beberapa nisan berbentuk tipe Aceh, disana tertulis kalimat tauhid”, ungkapnya.
Sementara itu jika dilihat dari teknik pemahatannya tampak berbeda berbeda dengan inskripsi pada temuan batu nisan Kesultanan Samudera pasai, Lamuri dan Aceh Darussalam.
Keunikan nisan di Kompleks Makam Mahligai ditambah dengan penulisan Riwayat hidup pada inskripsi berdasarkan sanad keilmuan guru. Hal ini menunjukan sebuah tradisi yang lain dan menjadi pembeda dengan batu nisan pada umumnya yang cenderung menggunakan nasab keturunan dalam menjelaskan riwayat ahli kubur. Lebih dari itu, nisan nisan yang teridentifikasi itu merupakan nisan para ulama bergelar Syekh yang juga menunjukkan bahwa misi Islamisasi yang dilakukan di Barus dilakukan oleh kalangan ahli ilmu.
Hal ini ditegaskan oleh peneliti Sultanate Institute Furqon Muhammad Faiz dengan memberi contoh pada makam yang bertulis Syekh Zainal Abidin Ilyas, kemudian Syekh Syamsuddin. “Pada makam ini tertulis Syekh Zainal Abidin Ilyas, kemudian Syekh Syamsuddin, kemudian kalimat tauhid. Hal ini mengonfirmasi bahwa Syekh Zainal Abidin Ilyas adalah guru dari Syekh Syamsuddin. Jadi terkadang ikatan antara guru dan murid itu lebih kuat daripada ikatan antara orang tua dengan anaknya, karena guru adalah sosok pembimbing spiritual bagi murid. Syekh sendiri merupakan gelar yang disematkan pada seseorang yang memiliki kredibilitas keilmuan yang tinggi, dimana dalam Islam penyematan gelar tidak dilakukan secara sembarangan”, tegasnya.
Kemudian lebih lanjut sejarawan Sumatera Utara Prof. Dr. Phil. Ichwan Azhari menyebut bahwa batu nisan di Kompleks Makam Mahligai juga menunjukan adanya relasi yang sangat erat antara para ulama dan umara.
“…………. Jadi memang kawasan ini merupakan tempat pertemuan penting antar ulama yang sampai sekarang belum diketahui riwayat hidupnya dengan baik para ulama itu dan kaitannya dengan kerajaan mana. Itu belum terungkap dengan baik dan perlu penelitian lebih lanjut. Tetapi nama-nama di nisan itu memperlihatkan keterkaitan relasi antara ulama-ulama besar dengan raja-raja yang penting yang disebutkan dalam inskripsi nisan-nisan tersebut. jadi Barus ini pada masanya merupakan kawasan Islam yang dihuni atau dipimpin atau diarahkan oleh kerjasama yang baik antara raja-raja dan para ulama besar pada zamannya”, ujar Ichwan.
Situs Lobu Tua
Sedangkan di Situs Lobu Tua, salah satu kawasan yang menjadi titik temuan arkeologis di Barus, merupakan situs bekas pemukiman tua di Barus yang eksis pada abad 9 M. Kajian terhadap temuan-temuan arkeologis di situs tersebut menunjukan adanya relasi kawasan ini dengan dunia internasional sejak abad ke 9 Masehi. Pada bagian yang kini merupakan area persawahan, diyakini oleh masyarakat setempat sebagai area lautan. Dimana masyarakat setempat juga meyakini bahwa di area tersebut pernah ditemukan bukti arkeologis berupa jangkar kapal. Hanya saja Balar Sumut sendiri sejauh ini belum pernah menerima laporan terkait temuan tersebut.
Peneliti Balar Sumut Ery Soedewo mengatakan “Disinilah ditemukan bukti pemukiman kuno yang dibuktikan dengan temuan artefak yang ditemukan dari abad ke-9 sampai abad ke-11 Masehi. Dalam tradisi tutur masyarakat setempat yang berkembang disini, bagian bawah situs diyakini adalah lautan yang kini ditanami area persawahan. Masyarakat setempat juga meyakini di area tersebut pernah ditemukan jangkar kapal, namun kita belum menemukan bukti kongkrit. Menurut tradisi tutur masyarakat, disini merupakan lokasi yang dekat dengan kawasan pelabuhannya”.
Lembaga riset prancis EFEO dan Puslitbang Arkenas melakukan penelitian gabungan sejak tahun 1995 hingga tahun 2000 untuk melacak jejak tinggalan Barus ini. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan artefak abad ke-9 sampai abad ke-11 Masehi yang sebagian besar didominasi oleh peralatan rumah tangga sehari-hari. “Inilah kawasan Situs Lobu Tua, situs pemukiman tua di Barus yang sudah pernah diteliti oleh peneliti gabungan dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan EFEO Prancis sejak tahun 1995 sampai tahun 2000”, ujar Dr. Ery.
Singkatnya, hasil ekskavasi menemukan fakta di situs Lobu Tuo ditemukan kota yang dikelilingi oleh benteng tanah berparit. Luas area dalam benteng diperkirakan sekitar 7,5 dan 14 hektar, sedangkan luas area yang dihuni sekitar 200 hektar. Berdasarkan proses ekskavasi itu, pada luas penggalian sekitar 1.000 meter persegi, diperoleh sekitar 600 kg pecahan tembikar buatan lokal, juga dari Asia Tenggara, dari India dan Sri Lanka, serta dari Timur Tengah. Ditemukan juga 17.000 pecahan keramik Cina, 9.000 pecahan kaca dari Timur Tengah dan Timur Dekat, sejumlah benda dari emas, besi dan perunggu, manik-manik dari batu dan kaca, serta sisa-sisa sebuah struktur kecil dari batu bata.
Pada lokasi yang lain di Barus, Tim Sultanate Institute tidak sengaja menemukan kompleks makam di dekat masjid di bibir Pantai Barus. Terdapat keunikan pada kompleks makam tersebut sebab berisi nisan-nisan bertipe Aceh yang berdampingan dengan nisan-nisan bertipe Barus dalam satu kompleks yang sama. Berdasarkan temuan tersebut, tim menduga bahwa temuan tersebut merupakan bukti hubungan yang kuat dan harmonis antara Kesultanan Aceh dengan Kesultanan Aru di Barus.
Yang menarik lainnya adalah bahwa makam tahun 1900-an itu masih menggunakan bentuk tipe makam Barus kuno. Hal ini menunjukkan ekspresi seni dan budaya pada nisan yang masih dipertahankan dan dilestarikan.