Al-Ubullah merupakan kota pelabuhan pusat aktivitas pelayaran dan perdagangan maritim di Teluk Persia. Pada masa Islam, al-Ubullah memegang peran sentral sebagai pelabuhan utama para pelayar muslim.
Al-Ubullah juga merupakan salah satu pelabuhan tertua di Teluk Persia. Pelabuhan tua ini berdiri sejak era Dinasti Sassaniyah Persia dan menjadi pelabuhan utama di kawasan Mesopotamia. Khaldoun Khalil Habashneh dalam Strategic Role of Al-Ubulla Port in Trading with Far East Countries during 257-311 AH/870-922 AD menyebut Al-Ubullah berdiri sejak abad ke-4 M.
Pada masa Dinasti Sassaniyah ini, al-Ubullah telah menjadi pelabuhan penting di Teluk Persia yang terhubung dengan Cina. Interaksi perdagangan telah terjalin sejak awal masehi antara Teluk Persia dengan Cina. Orang-orang asal pesisir selatan Jazirah Arab seperti Bahrain, Qatar, dan Oman sejak masa Sassaniyah ini merupakan para pelayar andal telah berlayar mencapai Cina.
Sejarawan muslim berpengaruh al-Thabari menyebut wilayah al-Ubullah pada masa sebelum Islam telah tumbuh sebagai “Farj al-Hind”, yaitu kawasan pintu masuk orang-orang dari Hindia.
Sementara itu al-Baladzuri dalam kitabnya Futuh al-Buldan juga menyebut bahwa pada saat futuhat Islam, al-Ubullah merupakan pelabuhan untuk kapal-kapal dari Cina, India, Oman, dan Bahrain.
Aktivitas pelayaran dan perdagangan semakin berkembang pesat pada masa kekuasaan Islam. Pada masa ini, interaksi yang telah terjalin antara Teluk Persia dengan Cina melalui Samudera Hindia berlangsung kian ramai.
Pembebasan Al-Ubullah
Pada masa Umar bin Khattab, wilayah kekuasaan dan pengaruh dakwah Islam mengalami kemajuan pesat. Upaya futuhat ke wilayah Irak (Mesopotamia) yang berlangsung melalui jalur pesisir pada tahun 14 H/635 M dipimpin oleh Al-‘Ala bin Al-Hadharami selaku gubernur wilayah Bahrain.
Sebagai pemimpin yang berbatasan langsung dengan wilayah Sassaniyah, Al-‘Ala memandang penguasaan pesisir pantai seberang akan sangat memudahkan umat Islam untuk mengamankan Hijaz dari serangan musuh yang diketahui sangat handal jika berperang di wilayah perairan.
Selain sebagai pertahanan, pembebasan wilayah ini juga dinilai akan memberi keuntungan lebih besar jika hendak meneruskan pergerakan pasukan muslim ke wilayah Persia yang lebih jauh.
Dalam rangka upaya futuhat ini, al-‘Ala selaku Gubernur Bahrain memulainya dengan melakukan ekspansi ke wilayah al-Ubullah. Hal ini mengingat posisi daratan seberang yang tidak terlalu jauh, serta orang-orang Bahrain dikenal sebagai pada pelaut yang andal.
Pasukan al-‘Ala berhasil mendarat di kawasan Istakhr. Namun pergerakan mereka langsung diketahui oleh pasukan Sassaniyah, sehingga pertempuran pun pecah. Pada peperangan yang berlangsung sengit ini, pasukan al-‘Ala mengakhirinya dengan kemenangan.
Upaya futuhat ke kota pelabuhan al-Ubullah ini mendapat tambahan pasukan. Umar Bin Khatab mengutus Utbah bin Ghazwan bersama 300 pasukan dari Madain untuk bergabung dengan al-‘Ala. Tambahan kekuatan militer terus bertambah hingga sampai di ujung Sungai Eufrat pasukan tambahan berjumlah 500 pasukan.
Al-Ubullah berhasil direbut pada Bulan Rajab 14 H/635 M. Penaklukan kota pelabuhan al-Ubullah berperan besar bagi upaya futuhat selanjutnya ke wilayah kekuasaan Dinasti Sassaniyah.
Dengan dikuasainya ujung sungai Eufrat dan Tigris tersebut, dapat dipastikan segala bantuan logistik dan pasukan dari wilayah laut akan terputus. Hal ini menjadikan kota-kota di pusat kekuasaan Sasaniyah berada dalam keadaan terkepung, sehingga lebih mudah untuk ditaklukan.
Kota Pelabuhan Al-Ubullah
Terletak sekitar 12 mil di sisi timur Bashrah, al-Ubullah menempati kawasan strategis di kawasan Mesopotamia, tepatnya di muara Sungai Eufrat dan Tigris. Selain itu, al-Ubullah juga berhadapan langsung dengan perairan Teluk Persia.
Geografer muslim abad pertengahan Yaqut Al-Hamawi dan Muhammad Ibn Hawqal menyebut bahwa Kota Pelabuhan al-Ubullah berkembang pesat pada era Daulah Abbasiyah. Kota ini memiliki penduduk yang lebih padat dan lebih besar dari Bashrah. Populasinya terdiri dari campuran orang-orang Persia dan orang-orang Arab.
Kota pelabuhan di Mesopotamia di tepi muara Sungai Eufrat dan Tigris terhubung dengan Bashrah. Keduanya terhubung melalui kanal-kanal membentuk jaringan dagang di bawah pemerintahan Islam masa Daulah Umawiyah dan Abbasiyah.
Pada masa Islam, dua kanal penting di sekitar wilayah al-Ubullah dibangun. Kanal tersebut ialah Kanal al-Ubullah dan Kanal Ma’qal. Kanal al-Ubullah berawal dari Shat al-Arab dan berakhir di Bashrah. Kedua kanal inilah yang menghubungkan Bashrah dengan al-Ubullah.
George Fadlo Hourani dalam Arab Seafaring in the India Ocean in Ancient and Early Medieval Times menjelaskan bahwa dua kanal ini berfungsi sebagai penghubung jalur penyaluran komoditas antara Bashrah dengan al-Ubullah.
Bashrah tidak dapat dimasuki oleh kapal-kapal besar pengangkut komoditas ekspor-impor. Oleh karena itu, kapal-kapal tersebut berlabuh di kota pelabuhan al-Ubullah. Selanjutnya barang-barang diangkut melalui kapal khusus ke Bashrah dan begitupun sebaliknya.
Syauqi Abdul Qowi Utsman dalam Tijarah Al-Mahith Al-Hindi fi ‘Ashri As-Siyadah Al-Islamiyah menyebutkan komoditas negeri-negeri di Samudera Hindia. Komoditas-komoditas ekspor kawasan dunia Islam terdiri dari kuda, mutiara, amber, kurma, batu permata, dan produk tekstil.
Sedangkan barang-barang impor yang datang dari kawasan India, Kepulauan Hindia (Asia Tenggara) dan Cina adalah ragam produk aromatika dan rempah-rempah, kayu, kelapa, sutera, batu-batu mulia, keramik, porselen, tembikar, dan pedang.
Pada masa Daulah Umawiyah dan Abbasiyah, al-Ubullah tumbuh menjadi kawasan kota pelabuhan vital aktivitas pelayaran dan perdagangan dunia. Kota ini menjadi pusat berlabuh kapal-kapal sekaligus lokasi pertukaran komoditas dagang. Dari al-Ubullah, para pelayar muslim memainkan peran utama dalam jaringan pelayaran dunia melalui Samudera Hindia hingga ke Cina.