Pembahasan lain dalam buku Menemukan Peradaban Jejak Historis dan Arkeologis Islam Indonesia karya Prof. Hasan Muarif Ambary memuat tentang bukti-bukti peninggalan seni Islam. Berdasarkan data peninggalan seni Islam tersebut, Prof. Hasan Muarif Ambary menyimpulkan bahwa karakteristik seni Islam terdiri dari tiga unsur, yaitu ikonoklasme, kaligrafi, dan arabesk.
Ikonoklasme pada dasarnya merupakan kesenian yang berkembang di dunia kristiani. Suatu produk seni yang menggambarkan perwujudan makhluk manusia atau makhluk hidup pada bangunan suci, terutama gereja.
Seni ikonoklasme bermula dari makna dasar ‘ikon’ yang merupakan patung atau arca yang dibuat untuk bangunan keagamaan. Makna ini berasal dari bahasa Yunani yaitu eikenai, yang artinya sesuatu yang menyerupai atau sesuatu yang mirip sesuatu.
Prof. Hasan Muarif Ambary menjelaskan, bahwa seni ikonoklasme dalam tradisi kristianitas juga mengalami pertentangan internal. Pertentangan yang dikenal dengan ikonoklastic controversy terjadi selama lebih dari seratus tahun (726-843 M) dalam sejarah kekuasaan Romawi Timur, Byzantium, sejak masa kekuasaan Kaisar Konstantine V, Leo IV, Michel II, hingga Theopilus.
Pertentangan internal dalm tradisi kristianitas berlangsung karena seni ikonoklasme dianggap sebagai usaha “mengikis kepercayaan”. Asumsi ini berlandaskan pada bentuk seni ikonoklasme yang terkesan antroposentrik atau antropomorfis, yang cenderung meminggirkan dimensi ketuhanan yang bersifat transenden atau teosentrik.
Selain ikonoklasme, terdapat kaligrafi yang telah lebih umum dikenal sebagai ciri khas seni Islam. Kaligrafi merupakan perwujudan ekspresi estetik terhadap tulisan berhuruf Arab yang disebut dengan khat.
Makna ini sesuai dengan pengertian berdasarkan asal kata dalam bahasa Yunani yaitu kaligraphia yang berarti menulis indah. Sebagai seni Islam yang paling khas karena berdasar pada tulisan berhuruf Arab, kaligrafi juga merupakan karya seni Islam yang paling utama.
Seni kaligrafi dalam perkembangannya memiliki ragam jenis yang bervariasi berdasarkan tempat asal, yang merupakan hasil karya kreatif para senimannya. Kaligrafi jenis Kufi merupakan karya kaligrafi paling awal, yang memiliki ciri khas bentuk siku atau terkesan kaku.
Perkembangan seni kaligrafi menunjukkan bentuknya yang semakin lentur dan ornamental meskipun tetap angular. Perkembangan lainnya memperlihatkan seni kaligrafi yang bersifat kursif atau miring dengan beragam jenis di antaranya sulus, naskhi, raiham, riqa, dan tauqi.
Sedangkan seni Islam arabesk merupakan seni Islam yang diwujudkan dalam motif-motif hias atau ornamental ilmu ukur (geometri), tanaman (floral/florish), dan abjad Arab. Menurut Ismail R. Al-Faruqi, arabesk merupakan ciri khas seni ornamentasi Islam yang bermakna pola tak terbatas atau seni tak terbatas.
Makna arabesk ini selaras dengan prinsip estetis dalam seni Islam. Bahwa pola tak terbatas (tak berawal dan tak berakhir) merupakan ungkapan terhadap sifat Allah yang tak terbatas dalam segala aspek. Seni merupakan implementasi dari dimensi positif tauhid, sehingga seni Islam arabesk ini menunjukkan suatu cara terbaik dalam mengekspresikan makna tauhid dalam seni.
Hasan Muarif Ambary selaras dengan Al-Faruqi, yang menjelaskan bahwa seni dalam Islam merupakan ekspresi estetik yang bersumber dari nilai-nilai keindahan absolut Allah yang Maha Tunggal dan satu-satunya Tuhan melalui firman-Nya yaitu Al-Qur’an.
Maka seni dalam Islam ialah ungkapan estetik atau sublimasi dari bukti-bukti ke-ilahi-an Allah. Allah merupakan pusat dari segala nilai-nilai estetika yang terwujud.
Pengelompokkan unsur seni Islam Hasan Muarif Ambary memiliki perbedaan dengan pengelompokkan oleh Al-Faruqi. Dalam bukunya Atlas Budaya Islam Al-Faruqi membagi unsur seni Islam yang sebagian besar berjenis ornamentasi dengan dua pembagian, yaitu figuratif dan non-figuratif.
Figuratif merupakan seni Islam yang menggambarkan lukisan makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan juga tumbuhan (floral atau florish). Figuratif dalam pengertian Al-Faruqi dapat dikatakan sama dengan ikonoklasme dalam pengertian Hasan Muarif Ambary.
Sedangkan non-figuratif adalah seni Islam yang sebaliknya, tidak menampilkan gambaran makhluk hidup, tetapi terdiri dari bentuk geometri dan kaligrafi. Seni non-figuratif dalam pengertian Al-Faruqi dapat dikatakan mencakup kaligrafi dan arabesk dalam pengertian Hasan Muarif Ambary.
Perbedaan di antara keduanya sebenarnya tetap menunjukkan kesamaan pandangan tentang seni Islam. Hanya saja pembagian yang berbeda kemungkinan besar dilatar belakangi oleh bidang ilmu atau kepakaran yang ditekuni. Hasan Muarif Ambary berlatar belakang arkeologi sedangkan Al-Faruqi berlatar belakang Islamic Studies.
Meski berbeda, keduanya sama-sama berpandangan bahwa seni Islam yang utama ialah non-figuratif plus floral/florish atau non-ikonoklastik (kaligrafi dan arabesk). Unsur inilah yang unsur seni Islam yang paling umum digunakan dalam setiap perkembangan masa dalam sejarah Islam baik di dunia maupun di Indonesia.
Bukti-bukti seni Islam yang utama tersebut juga konsisten ditemukan dalam data-data arkeologi baik di dunia maupun di Indonesia. Seni non-figuratif atau non-ikonoklastik lebih banyak ditemukan dalam peninggalan bangunan Islam seperti masjid, nisan, dan seni arsitektur pada bangunan lainnya.
Meskipun begitu, seni figuratif atau ikonoklastik tetap ditemukan dalam sejumlah warisan budaya Islam. Hanya saja seni tersebut hanya ditemukan pada benda-benda yang bersifat sehari-hari (profan), dibanding seni non-figuratif atau non-ikonoklastik yang diterapkan sebagai motif hias ornamentasi bangunan suci atau sakral.