Peneliti arkeologi maritim Shinatria Adhityatama (Griffith University) dan Agni Sesaria Mochtar (University of Naples L’Orientale) mengunjungi Sultanate Institute dan Museum Abad Satu Hijriyah pada Sabtu (26/03/2022) di Solo. Kunjungan dimaksudkan untuk melakukan dokumentasi terhadap temuan artefak fragmen kayu kapal Situs Bongal. Selain itu keduanya juga mengapresiasi upaya konservasi koleksi Situs Bongal oleh Museum Abad Satu Hijriyah.
Pendokumentasian temuan artefak kayu kapal dilakukan dalam rangka studi disertasi keduanya mengenai arkeologi maritim. Temuan ini cukup menjadi sorotan kalangan arkeolog dan sejarawan, sebab dari temuan kayu kapal, Situs Bongal menunjukkan adanya eksistensi aktivitas maritim di Pesisir Barat Sumatera, lokasi yang sebelumnya dinilai tidak cocok bagi tempat persinggahan kapal-kapal dagang bila dibandingkan dengan kawasan pesisir timurnya. Dimana penelitian arkeologi telah lebih dulu tampil dengan jumlah temuan yang signifikan dan berada di sejumlah kawasan di sepanjang pesisirnya.
Dari segi kuantitas temuan, artefak Situs Bongal cukup signifikan menunjukkan adanya tinggalan budaya dan aktivitas manusia di masa lampau. Kompleksitas temuan juga memperkuat indikasi awal, bahwa Situs Bongal merupakan salah satu titik persinggahan rute pelayaran dan perdagangan dari berbagai kawasan. Hal ini yang juga dijelaskan oleh Agni pada kunjungannya ke Sultanate Institute dan Museum Abad Satu Hijriyah Sabtu (26/03/2022).
“Situs Bongal ini luar biasa, sepertinya di Bongal ada lebih dari satu kapal. Walaupun temuannya fragmentaris, tapi cukup menampilkan adanya aktivitas yang sangat intens dan ada kontak antara Samudera Hindia dengan Pesisir Barat Sumatra”, ucap Agni, yang juga meneliti temuan bangkai kapal di Punjulharjo, Rembang.
Situs Bongal yang berlokasi di Pesisir Barat Sumatera menyimpan ragam artefak yang berasal dari berbagai kawasan, mulai dari Kawasan Timur Tengah hingga Cina. Usia pertanggalannya menunjukkan angka yang cenderung sama yaitu dari abad ke-7-9 M. Bahkan didapat temuan yang usia pertanggalannya berasal dari abad ke-6 M.
Dalam rangka penelitian Situs Bongal, Sultanate Institute berupaya untuk terus membuka ruang penelitian lebih lanjut. Hal ini dilakukan dengan berupaya menemukan relevansi artefak Situs Bongal berdasarkan sumber catatan sejarah para geografer muslim. Begitupun dengan Museum Abad Satu Hijriyah, yang berupaya melakukan konservasi terhadap temuan artefak Situs Bongal.
Harapannya upaya ini bisa terus membuka ruang diskusi terhadap perkembangan historiografi serta perkembangan penelitian arkeologi di Indonesia. Khususnya interaksi Nusantara dengan kawasan dunia Islam yang telah terjalin sejak abad 7 M. Apresiasi disampaikan oleh Shinatria dan Agni dalam kesempatannya mengunjungi Sultanate Institute dan Museum Abad Satu Hijriyah di Solo.
“Tentunya saya sangat mengapresiasi upaya konservasi ini, apalagi dikelola dengan baik oleh orang-orang yang fokus pada bidang sejarah. Hal ini dapat membuka ruang penelitian lebih lanjut, terutama tentang kontak kita dengan Mesopotamia yang masih belum banyak dikaji. Semoga banyak orang yang datang kesini untuk belajar sejarah di Pesisir Barat Sumatra”, ujar Shinatria, yang juga sempat terlibat dalam Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Kemudian ia melanjutkan, “Museum ini bisa menjadi wadah untuk diskusi, bertukar pikiran, dan mengeksplor situs-situs baru yang masih belum banyak dipelajari. Terlebih bisa mengeksplor lebih jauh lagi kontak budaya dan perdagangan dengan Mesopotamia”.