Sultanate Institute menerima kunjungan peneliti sejarah dan pengkaji epigrafi asal Kudus K.H. Aslim Akmal pada Sabtu-Ahad (15-16/7/2023). Bersama bapak H. Sariat Arifia, kunjungan ke Solo ini dalam rangka ekspedisi sejarah jejak hubungan Fatahillah (1490-1570) dengan Kesultanan Pajang.
Tim ekspedisi Sultanate Institute turut menemani keduanya melakukan penelusuran sejarah yang ditujukan ke beberapa titik lokasi situs cagar budaya. Pada Ahad (16/7/2023) rombongan mengunjungi sejumlah titik di antaranya Masjid Laweyan, kompleks makam Ki Ageng Henis, Kraton Pajang, kompleks makam Sultan Hadiwijoyo di Desa Butuh, Kecamatan Plupuh, Sragen, serta diakhiri dengan mengunjungi kompleks Kraton Kasunanan Surakarta.
Sehari sebelumnya, K.H. Aslim Akmal berdiskusi bersama tim Sultanate Institute. Pada kesempatan ini, ia juga mengunjungi Museum Abad Satu Hijriyah dan melihat koleksi temuan artefaktual Situs Bongal.
Menyimak koleksi dan penjelasan tentang bagaimana proses interaksi dunia Islam dengan kawasan Nusantara terjalin sejak abad 1 H/7 M, ia amat terkesan, dan berkesimpulan hanya Museum Abad Satu Hijriyah satu-satunya museum yang memberikan penjelasan lengkap tentang perjalanan sejarah perkembangan Islam sejak awal kehadirannya.
“Saya betul-betul terkesan dengan Museum Abad Satu Hijriyah, karna museum ini memberikan penjelasan yang komplit terutama mengenai perjalanan sejarah perkembangan Islam dari abad 1 Hijriyah, dari Madinah sampai ke Gujarat India.”
“Saya sering mendatangi museum, tapi belum ada yang selengkap ini. Meskipun mungkin koleksinya secara kuantitas terbatas, tetapi penjelasannya memberikan informasi yang luar biasa. Apalagi penjelasan bagaimana perjalanan perkembangan Islam dari abad 1 Hijriyah.”
Dalam kunjungan ini, K.H. Aslim Akmal juga berharap, Sultanate Institute dan Museum Abad Satu Hijriyah dapat terus berkembang, menjadi lembaga yang memberikan edukasi dan pemberdayaan kepada kaum muslimin.
“Saya sangat berharap Museum ini akan berkembang lagi lebih lanjut, koleksi dan temuan-temuannya sangat luar biasa. Semoga museum ini bisa berkembang lebih besar lagi. Menjadi museum yang memberikan pendidikan, pengetahuan, dan pemberdayaan kepada kaum muslimin. Karna ibroh dari sejarah itu sangat penting.”
Dikotomi ilmu pengetahuan
Terkagum dengan koleksi temuan museum abad satu hijriyah yang menunjukkan bukti-bukti perkembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam, K.H. Aslim Akmal menyinggung persoalan dikotomi ilmu pengetahuan yang terjadi terutama berdampak pada kalangan umat Islam hari ini.
Keresahan itu disampaikannya di Museum Abad Satu Hijriyah. Menurutnya, seolah sekarang ini terdapat pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum atau sains.
Padahal, bukti-bukti perkembangan peradaban Islam terutama dalam kemajuan ilmu pengetahuan, seperti ditampilkan dalam koleksi artefak Museum Abad Satu Hijriyah, merupakan buah dari penguasaan ilmu pengetahuan yang utuh antara ilmu yang sifatnya fardhu ‘ain dengan fardhu kifayah.
“Perkembangan ilmu pengetahuan telah berlagsung sejak maasa Umawiyah, dan mencapai puncaknya pada masa Abbasiyah. Pada masa itu dalam tradisi intelektual Islam tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan umum, karna ilmuwan muslim pada masa itu juga merupakan seorang ulama, menguasai ilmu agama. Seperti Ibnu Sina, al-Kindi, Khawarizmi, dan al-Ghazali.”
“Pada masa itu tidak ada perbedaan dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu umum. Keduanya wajib dipelajari, sehingga seorang ilmuwan juga menguasai ilmu agama. Tapi setelah era tersebut berakhir, muncul dikotomi ilmu pengetahuan yang menguat di kalangan umat Islam. Tampaknya kita perlu menunjau lagi dikotomi ilmu pengetahuan tentang ilmu agama dan ilmu umum ini,” tegasnya.