Pamerkan hasil riset di Situs Bongal, Tapanuli Tengah, Sultanate Institute dan Museum Abad Satu Hijriyah turut berpartisipasi dalam rangkaian pameran buku Islam terbesar di Asia Tenggara Islamic Book Fair (IBF), 20-24 September 2023 di Istora, Senayan, Jakarta.
Stan pameran Sultanate Institute dan Museum Abad Satu Hijriyah menjadi pembeda di antara stan lain. Bukan hanya menawarkan buku-buku hasil riset Situs Bongal, Sultanate Institute dan Museum Abad Satu Hijriyah juga tampilkan secara langsung koleksi temuan artefak beserta deskripsi penjelasannya.
Tepat di depan area panggung utama, ratusan pengunjung antusias melihat, membaca, dan mengambil gambar di stan Sultanate Institute dan Museum Abad Satu Hijriyah. Sebagian besar pengunjung terdiri dari kalangan generasi muda yaitu para pelajar dan santri pondok pesantren. Tampilan stan menarik rasa keingintahuan mereka mempelajari sejarah dakwah dan interaksi peradaban Islam di Indonesia melalui jalur pelayaran dan perdagangan maritim.
Selain itu, terdapat pula jejaring cendekiawan, intelektual, dosen, guru, peneliti, pustakawan serta pimpinan sekolah dan pondok pesantren yang mengunjungi stan Sultanate Institute dan Museum Abad Satu Hijriyah. Mereka memberi apresiasi kerja-kerja riset dan konservasi yang dilakukan. Tak sedikit yang bahkan mendorong agar riset arkeologi Islam terus berkembang, sehingga dapat berkontribusi terhadap khazanah keilmuan dan kurikulum pendidikan sekolah.
Pameran Artefak Dunia Islam Temuan Situs Bongal
Gelaran IBF 2023 menjadi wadah penting dalam mengenalkan Situs Bongal terhadap publik dan masyarakat luas. Ajang IBF 2023 bahkan merupakan forum yang sangat strategis untuk memperkenalkan eksistensi umat Islam Nusantara kepada seluruh elemen masyarakat.
Oleh karena itu, dalam forum IBF 2023 Sultanate Institute dan Museum Abad Satu Hijriyah menjelaskan tentang jejak kota bandar pelabuhan kosmopolitan di pesisir barat Sumatra yang menunjukkan bukti-bukti interaksi terawal peradaban Islam dengan Nusantara.
Bukti-bukti tersebut ditunjukkan dalam temuan ragam artefaktual di antaranya berupa koin-koin era awal Hijriyah, alat-alat medis (surgical instruments), keramik-keramik dari Asia Barat dan China, botol-botol kaca, manik-manik, logam, resin hingga stempel (Islamic seal).
Tampilan koleksi Museum Abad Satu Hijriyah juga dilengkapi dengan miniatur kapal ‘Dhow’ Arab yang menjadi moda transportasi utama, serta rekonstruksi jalur pelayaran melalui kota-kota pelabuhan pesisir di sepanjang kawasan Samudra Hindia. Temuan-temuan tersebut menjadi bukti bahwa Nusantara memiliki peranan penting dalam sejarah maritim global umat Islam.
Tinggalan peradaban masa lampau di Situs Bongal ini lebih jauh mengartikan bahwa dunia Islam sejak masa terawal (abad 7-10 M) telah terhubung dengan kawasan Nusantara dan terjadi proses interaksi kebudayaan yang membawa pengaruh peradaban.
Tiga Buku Sejarah Peradaban Islam
Sultanate Institute telah menghasilkan tiga karya buku yang berkenaan dengan khazanah dan sejarah peradaban Islam. Buku-buku ini merupakan buku terbitan Media Literasi Nesia. Buku pertama adalah Keajaiban Negeri Emas Zabaj Indonesia dalam catatan Dunia Islam masa Abbasiyah.
Buku ini berisi tentang catatan kisah-kisah pelayaran muslim abad 9-11 M. Buku ini mengulas bagaimana kondisi kawasan Asia Tenggara dan Indonesia pada khususnya yang dulu disebut oleh para pelayar Arab sebagai Negeri Zabaj secara geografis, sosiologis, dan antropologis.
Buku ini adalah satu kajian teks yang besumber pada dokumen catatan pelayaran Arab. Di dalamnya juga menyajikan terjemahan dokumen catatan pelayaran dalam kitab ‘Ajaib al-Hind Barruhu wa Bahruhu wa Jazayiruhu karya nahkoda Buzurq bin Syahriar Al-Ramhurmuzi yang ditulis pada abad ke-10 M.
Kitab ini merupakan kitab “keajaiban” terbaik yang berbicara mengenai sejarah pelayaran Samudera Hindia. Kitab ini telah banyak dikaji oleh para peneliti sejarah dan arkeologi dunia, bahkan diterjemahkan dan diterbitkan ulang dalam berbagai bahasa.
Buku kedua ialah berjudul Kafur Bahan Aromatika Alami Asal Indonesia untuk Dunia Islam masa Umayyah dan Abbasiyah (Abad 7 M – 13 M). Buku ini menjelaskan getah hasil pohon kafur yang berasal dari kawasan Pulau Sumatra (Dryobalanops Aromatica) yang membedakan dengan komoditas kafur yang berasal dari Cina.
Komoditas kafur endemik Sumatra ini merupakan komoditas aromatika yang menjadi primadona bagi perdagangan dunia internasional sejak abad ke-9 M. Peneliti ahli kehutanan menyebut, Pohon ini banyak tumbuh menyebar di Pantai Barat Sumatra, dari mulai Singkil, Barus, Bukit Kafur di Bongal Teluk Tapanuli, hingga Air Bangis.
Sedangkan buku ketiga ialah buku yang memuat penjelasan tentang hasil temuan-temuan artefak Situs Bongal. Buku berjudul Perdagangan Maritim Dunia Islam di Pantai Barat Sumatra Abad 7 M – 10 M ini mengambil titik fokus sejarah perdagangan dunia Islam dengan kawasan pesisir barat Sumatera dengan Dunia Islam pada masa periode Umawiyah dan Abbasiyah Abad 7-10 Masehi.
Buku ini menyuguhkan uraian beragam data arkeologis beserta intepretasi kesejarahannya, yang diperoleh sebagai hasil sintesis atas tinjauan studi literatur beserta laporan penelitian arkeologis khususnya di kawasan pesisir Barat Sumatera.
Buku ini menunjukan keterlibatan awal dan aktif Sumatera dalam perdagangan maritim dunia disebabkan oleh posisi geostrategisnya dengan Selat Malaka dan Selat Sunda yang menghubungkan Samudera Hindia (Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan) dengan kawasan Asia Timur hingga Pasifik.
Aktivitas maritim yang dinamis telah mendukung kota-kota pelabuhan di Sumatera untuk terhubung dengan jaringan perdagangan global, yang secara organik membentuk interaksi budaya yang kompleks antara para pedagang asing dan masyarakat lokal.
Talkshow dan Bedah Buku
Ketiga buku hasil penelitian Sultanate Institute dibedah dalam sesi talkshow di panggung utama IBF 2023. Talkshow mengangkat tema “Pekembangan Peradaban Islam di Indonesia Abad 1 H/7 M.
Pada Jum’at (22/9) sore ini tim peneliti Sultanate Institute yaitu Tori Nuariza Sutanto, Muhammad Faizurrahman, dan Muhammad Sidiq H.M. mengulas proses penelitian sekaligus membedahnya dalam tiga buku yang dihasilkan.
Talkshow diikuti oleh para pegiat sejarah, guru, peneliti, pengajar atau dosen, hingga para pelajar dan santri pondok pesantren.