Wilayah serta pengaruh Islam meluas seiring dengan futuhat dan dakwah diberbagai bidang kehidupan. Pada mas Daulah Umayyah wilayah islam meluas hingga Andalusia (Spanyol) di sisi barat dan perbatasan Cina di sisi timur.
Pada masa itu, perkembangan Islam turut membawa dampak besar pada perdagangan. Jaringan perdagangan semakin meluas, industri dan komoditas dari dunia islam juga berkembang pesat.
Sejumlah industri yang berkembang pesat diiantaranya: industri tekstil dan konveksi, persenjataan dan perlengkapan militer, konstruksi dan perlengkapan bangunan, alat-alat penggilingan dan perkakas rumah tangga, kertas papirus, kaca dan mosaik, minyak, serta industri sabun, dan minyak wangi.
Industri Tekstil dan Konveksi
Secara sosiologis, Abu Zaid Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun atau Ibnu Khaldun menyebut bahwa pakaian Arab terdiri dari dua macam pakaian. Dalam karyanya Tarikh Ibnu Khaldun ia mengungkapkan,
“Pakaian Arab itu ada dua macam, pakaian orang Badui dan pakaian orang kota. Sudah tentu pakaian Badui itu sederhana saja, seringkali hanya garmen yang digunakan untuk menutupi tubuh. Sementara pakaian orang kota sudah tentu terbuat dari kain-kain yang dipotong-potong menurut ukuran anggota badan lalu kemudian disambung dengan cara dijahit sehingga menjadi satu model pakaian. Sementara pakaian ihram itu memang hanya sekedar selembar selendang yang memang tidak boleh dijahit.”
Perkembangan industri tekstil sudah tentu dipengaruhi oleh perkembangan aktivitas niaga itu sendiri. Komoditas diproduksi dalam rangka melakukan pertukaran dagang.
Namun perkembangan industri tekstil masa Daulah Umawiyah selain dipengaruhi oleh aktivitas niaga, juga dipengaruhi oleh adat dan kebiasaan diantara para pembesar dan pejabat negara. Salah satunya adalah tradisi Al-Khila’. Tradisi ini menempatkan produk tekstil seperti kain dan pakaian sebagai barang mewah. Yaitu sebagai pemberian hadiah atau cinderamata baik dalam rangka hubungan kenegaraan, hari raya, maupun kepentingan lain.
Selain itu tradisi penggantian kiswah Ka’bah juga sangat mempengaruhi kemajuan industri tekstil. Setidaknya terdapat kebutuhan produksi kain kiswah setahun sekali. Sebab kain selubung penutup Ka’bah ini diganti setiap tahunnya pada masa ibadah haji tepatnya setiap tanggal 9 Dzulhijjah. Tradisi ini bukan hanya sebuah prosesi tahunan biasa, melainkan sebuah tradisi yang melekat pada sejarah panjang Masjidil Haram.
Sejumlah wilayah dunia Islam tumbuh menjadi kawasan pusat-pusat produksi tekstil. Armenia sebagai wilayah pusat produksi karpet, Mosul dan kawasan sekitarnya memproduksi kain katun, sutera, dan linen, Bahrain memproduksi handuk, selimut, serta kain hajariyah dan qathariyah, Syam memproduksi kain sutera, dan Yaman memproduksi kain burdah.
Dr. Jawwad Ali dalam Al-Mufasshal fi Tarikh Al-‘Arab Qabla Al-Islam menyebut bahwa pada masa awal Islam, Yaman terkenal dengan produk tekstilnya, baik mentah maupun jadi. Yaman mengekspor berbagai macam kain dan pakaian ke seluruh penjuru Jazirah Arab. Produk tekstil dan garmennya terkenal dengan kualitasnya yang tinggi dan terbuat dari bahan yang berharga.
Dar At-Thiraz
Sejumlah pabrik pusat produksi kain dan tekstil pada masa Umawiyah dikenal dengan Dar A-Thiraz. Dar At-Thiraz dibangun untuk memenuhi keperluan masyarakat serta untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Sejumlah Dar At-Thiraz juga dibuat khusus untuk memenuhi keperluan istana yang disebut Dar At-Thiraz Al-Khas. Pabrik-pabrik ini terletak di dalam istana kekhalifahan.
Al-Qadhi Ar-Rasyid bin Az-Zubair dalam Adz-Dzakhair wa At-Tuhaf menyebut Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/723-742 M) merupakan khalifah pertama yang membangun pabrik tekstil khusus di istananya. Gudang penyimpanan tekstilnya disebut memuat hingga dua belas ribu potong gamis. Pabrik ini juga dikenal memproduksi kain khusus yang disebut Al-Khuz Al-Akhdar (kain damask hijau Hisyam).
Al-Mansujat Al-Islamiyah terjemahan Shadiq Muhammad Jauhar menjelaskan produk tekstil Daulah Umawiyah memiliki kualitas yang tinggi. Dimana pada masa kepemimpinan Khalifah Marwan bin Muhammad atau Marwan II (127-132 H/744-750 M) dikenal satu produk tekstil sutera berkualitas super yang dinamakan Sutera Marwan. Kain ini merupakan bahan utama pembuatan pakaian kebesaran para raja. Bahkan sejumlah produk tekstil di Byzantium dan wilayah sekitarnya merupakan produk kain Sutera Marwan. Mereka mengambil kain ini sebagai pasokan bahan dasar pembuatan industri tekstilnya.
Kain Sutera Marwan dibuat dengan hiasan bordir menggunakan benang emas. Kain ini menampilkan motif susunan medali komposit yang digambarkan dengan pola bergulir dan titik-titik putih yang terlihat seperti tepian mutiara, serangkaian tandan anggur bergaya, dan ditengahnya terdapat roseta dengan motif berbentuk hati.
Temuan Arkeologis
Alisa Baginski dalam Early Islamic Textile, Basketry, and Cordage From Nahal ‘Omer menguraikan sejumlah 250 fragmen tekstil ditemukan di penggalian arkeologi di nahal ‘Omer, Palestina tahun 1981-1991. Temuan arkeologis ini diidentifikasi berasal dari masa awal Islam (650-810 M).
Dari sekian fragmen, sebanyak tujuh puluh dua fragmen dapat dianalisis dan dikatalogkan. Lebih lanjut Alisa merinci: terdapat tujuh fragmen dari kain berbahan katun yang dibuat dengan teknik ikat. Kain dengan teknik ini paling tua ditemukan di Mesir, yang diproduksi oleh Dar At-Thiraz di Shan’a, Yaman.
Teknik tersebut sudah dikenal lewat sebuah lukisan di dinding gua di Ajanta, India, yang berasal dari masa abad 5 M hingga 6 M. Hal ini menunjukkan teknik ikat dalam produksi kain telah dikenal di India. Dengan kemungkinan teknik ini ditransfer dari Yaman ke India. Kain yang dibuat dengan teknik ikat dari Yaman dibawa oleh pedagang-pedagang Yaman ke India dan diperkenalkan kepada masyarakat setempat.
Temuan sejumlah fragmen yang diduga alat-alat industri tekstil juga ditemukan di Situs Bongal, pesisir barat Sumatera. Artefak tersebut diantaranya ialah alat tenun berbentuk sisir kayu dengan tingkat kerapatan yang berbeda. Berdasarkan identifikasi melalui uji laboratorium, temuan sisir kayu ini disebut sebagai temuan tertua yang berasal dari abad 6-7 M.