Baghdad merupakan kota pusat pemerintahan Islam pada masa Daulah Abbasiyah (132-656 H/751-1258 M). Kota ini tumbuh menjadi kota intelektual dan kosmopolitan, saksi berlangsungnya puncak perkembangan ilmu pengetahuan bagi peradaban Islam maupun dunia.
Kota Baghdad dibangun oleh Khalifah Abbasiyah kedua, yaitu Abu Ja’far Abdullah ibn Muhammad al-Manshur atau lebih dikenal Abu Ja’far al-Manshur (136-158 H/754-775 M) pada tahun 762 M.
Kota Baghdad dibangun dengan sangat cermat dan teliti. Kota ini dirancang untuk menjadi kota pusat peradaban yang kosmopolit. Philip K. Hitti dalam History of the Arabs menyebut Baghdad sebagai ‘Kota Intelektual’.
Proses pembangunan bahkan melibatkan banyak ahli seperti ahli arsitektur, ahli konstruksi bangunan, ahli lingkungan, ahli batu dan kayu, ahli lukis, ahli pahat dan pekerja terbaik lainnya. Sehingga dibangunnya ibukota Daulah Abbasiyah di Baghdad ini menandai suatu era baru bagi perkembangan peradaban dunia.
Bangunan utama kota dirancang dengan konsep model lingkaran yang memiliki empat pintu masuk utama. Pintu timur mengarah ke Basrah, pintu barat mengarah ke Damaskus, pintu utara mengarah ke Khurasan, dan pintu selatan mengarah ke Kufah.
Baghdad memiliki berbagai julukan dan sebutan dalam khazanah literatur serta karya-karya ilmuwan muslim. Pertama, Baghdad dijuluki sebagai Madinah as-Salam. Nama ini merupakan nama resmi yang digunakan dalam pencetakan koin-koin dinar dirham sebagai mata uang pemerintahan Daulah Abbasiyah.
Kedua, Madinah al-Manshur. Nama ini digunakan untuk menghormati Khalifah al-Manshur sebagai khalifah yang membangunnya. Ketiga, Dar as-Salam. Nama ini adalah salah satu nama surga, dimana penggunaan nama tersebut sebagai bentuk optimisme Daulah Abbasiyah membentuk kota seperti layaknya surga. Nama-nama surga juga dipakai oleh Abbasiyah untuk memberi nama pada beberapa bangunan lainnya, yaitu Istana Firdaus dan Darul Khuld.
Kemudian yang keempat Baghdad dikenal dengan nama Darul Khilafah. Nama digunakan untuk menunjuk Baghdad sebagai kota para khalifah. Di mana para khalifah hampir tidak pernah keluar dan atau bertempat di luar Baghdad kecuali hanya dalam waktu singkat.
Jantung Peradaban Dunia
Baghdad menempati lokasi strategis di lembah Mesopotamia, yakni berada di antara dua sungai, Eufrat dan Tigris yang langsung bermuara ke Teluk Persia. Kawasan lembah Mesopotamia juga menyimpan nilai historis yang merupakan bekas pusat peradaban kuno Babilonia dan lokasi bekas pusat kekuasaan Dinasti Sassaniyah Persia.
Khalifah al-Manshur begitu memahami potensi geostrategi kawasan ini. Baghdad yang berada di antara Sungai Eufrat dan Tigris terhubung ke sejumlah kota pelabuhan utama di Teluk Persia, yaitu Bashrah, al-Ubullah, dan Siraf. Dengan posisi strategis ini, Baghdad memegang peranan penting dalam upaya perluasan dakwah dan wilayah Islam melalui rute aktivitas pelayaran dan perdagangan maritim dunia.
Melalui aktivitas pelayaran dan perdagangan maritim tersebut pengaruh peradaban Islam tersebar. Bentuk-bentuk capaian perkembangan ilmu pengetahuan dan ekspresi kebudayaan Islam yang tumbuh di Baghdad menyebar dan memberi pengaruh bagi perkembangan peradaban dunia.
Pengaruh Islam menyebar luas ke kawasan-kawasan pesisir. Melalui kawasan pesisir kemudian tumbuh komunitas masyarakat muslim hingga mendorong tumbuhnya kota-kota pelabuhan. Dari proses inilah interaksi peradaban Islam berlangsung.
Geografer muslim Al-Ya’qubi memuat ungkapan Khalifah al-Manshur yang begitu memahami posisi strategis Baghdad. Dalam sejumlah kitab dan sumber literatur seperti Baghdad Madinah as-Salam karya Thaha ar-Rawi, Baghdad Madinah al-Manshur al-Munawwarah karya Thahir Muzhaffar Al-’Amid, dan Classic Ships of Islam from Mesopotamia to the Indian Ocean karya Dionisius A. Agius, dimuat ungkapan Khalifah al-Manshur sebagai berikut:
“Ini adalah ‘Pulau’ (Jazirah) antara Tigris dan Efrat merupakan tepi air untuk dunia. Segala sesuatu yang datang di Tigris dari Wasith, Basrah, Al-Ahwaz, Faris, ‘Uman, Al-Yamamah, Al-Bahrayn dan tempat-tempat sekitarnya, dapat naik ke sana dan berlabuh di sana. Dengan cara yang sama apapun yang dibawa dengan perahu di Tigris dari Mosul, Diyar Rabi’ah, Azerbaijan dan Armenia, dan apapun yang dibawa dengan perahu di sungai Efrat dari Diyar Mudhar, AR-Raqqah, Syria (perbatasan), Mesir dan Utara Afrika [Maghrib], dapat datang ke terminal ini dan membongkar di sini. Ini juga bisa menjadi tempat pertemuan bagi orang-orang Jibal dan Isfahan dan Khor (anak sungai) dan Khurasan”.
Dalam sumber yang lain diterangkan juga pengaruh Kota Baghdad yang berhasil mendorong perkembangan aktivitas pelayaran dan perdagangan meningkat pesat. George Fadlo Hourani dalam Arab Seafaring In The Indian Ocean In Ancient And Early Medieval Times memuat ungkapan Khalifah al-Manshur tentang interaksi dengan Cina yang diambil dari catatan al-Thabari sebagai berikut:
“Ini adalah Tigris; tidak ada halangan antara kami dan China; segala sesuatu di laut bisa datang kepada kita di atasnya”.
Kepemimpinan Daulah Abbasiyah berlangsung selama lima abad sejak abad ke-8 hingga ke-13 Masehi. Abbasiyah mewariskan capaian-capaian penting bagi kemajuan dan perkembangan peradaban dunia. Abbasiyah menguasai wilayah Afrika Utara hingga perbatasan Maroko, Jazirah Arab, Persia dan perbatasan Cina. Era Daulah Abbasiyah merupakan era keemasan atau kejayaan ilmu pengetahuan Islam.
Puncak kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan Islam ini dibuktikan dengan kelahiran para ilmuwan muslim berpengaruh. Mereka berperan bagi perkembangan peradaban dunia dalam bidang ekonomi, sosial, politik, sastra, seni, dan kebudayaan.
Kota yang dijuluki Madinatu As-Salam ini menjadi percontohan bagi pertumbuhan kota-kota besar pusat peradaban Islam lainnya. Kota ini juga menjadi satu-satunya pesaing bagi Byzantium, bahkan bisa melebihinya. Kota ini muncul menjadi pusat dunia abad pertengahan dengan tingkat kemakmuran dan peran internasional yang luar biasa.
Baghdad tumbuh menjadi jantung peradaban dunia. Ibukota pemerintahan Daulah Abbasaiyah ini menjadi pusat perdagangan dunia yang kosmopolit, kota intelektual puncak perkembangan ilmu pengetahuan, dan kota yang memegang peranan penting dalam upaya perluasan pengaruh Islam melalui aktivitas pelayaran dan perdagangan maritim.