Daulah Umawiyyah mengawali era kekuasaannya dengan memindahkan ibukota pemerintahan ke Damaskus. Pada masa inilah tata politik pemerintahan dan ekonomi berkembang melalui kebijakan-kebijakan para khalifah yang memiliki pengaruh besar di masanya.
Di antaranya ialah Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, dan Umar bin Abdul Aziz. Periode kekuasaan Daulah Umawiyyah berlangsung sejak tahun 661-750 M dengan khalifah pertama sekaligus pendirinya yaitu Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Ia adalah seorang Gubernur Syam yang berkedudukan di Damaskus sejak masa khalifah Umar bin Khattab.
Kedudukannya di Damaskus sewaktu menjadi Gubernur Syam, memungkinkan Muawiyah mengawali pembentukan armada maritim Islam. Hal ini disebabkan Damaskus menempati posisi yang strategis berbatasan secara langsung dengan Laut Mediterania.
Damaskus atau kawasan Syam secara umum juga berbatasan secara langsung dengan wilayah-wilayah kekuasaan Romawi Timur di Bizantium. Sehingga pembentukan armada maritim tersebut sekaligus untuk memperluas wilayah kekuasaan ke arah wilayah kekuasaan Romawi.
Latar belakang geografis itulah yang mendorong pembentukan armada maritim yang lebih kuat. Mu’awiyah memimpin pasukan Angkatan laut Islam berhadapan dengan armada laut Bizantium. Upaya dimulai dengan menguasai galangan kapal Byzantium di Akka (Acre), yang merupakan galangan kapal kedua Islam setelah penguasaan galangan kapal di Mesir.
Penguasaan galangan kapal ini mampu mempercepat pembentukan kekuatan armada maritim Islam. Efeknya Kemudian bukan hanya pada perkembangan kekuatan pasukan angkatan laut, tetapi juga memacu peningkatan aktivitas maritim Islam di kawasan Laut Mediterania.
Armada laut Mu’awiyah ketika menjadi Gubernur Syam pada masa pemerintahan Utsman dipimpin oleh komando yang bekerja sama dengan armada laut Mesir dibawah komando Abdullah bin Abi Sarh. Armada laut ini pernah berhadapan dengan Angkatan Laut Yunani dalam pertempuran laut yang dinamakan dzatu al-Syawari.
Armada Maritim Mu’awiyah
Pada masa Daulah Umawiyyah, Mu’awiyah melanjutkan apa yang telah dibangunnya sewaktu di Damaskus. Organisasi militer pada masa Daulah Umawiyyah dirancang untuk bersiap menghadapi ekspedisi pembebasan Bizantium dengan pasukan aktif berjumlah 60.000 pasukan.
Kesatuan militer dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu di tengah, dua sayap, depan, dan belakang. Formasi ini bertahan hingga masa khalifah terakhir Marwan II (744-750 M) yang memperkenalkan satu unit pasukan baru yang dikenal dengan legion. Pasukan yang ditempatkan di Damaskus adalah orang-orang Suriah (Syam) asli atau Suriah-Arab.
Pada masa itu, Bashrah serta Kufah menjadi kota penting pusat perekrutan tentara di seluruh provinsi di bagian timur. Kedua kota amshar ini menjadi pusat pangkalan militer dalam upaya futuhat wilayah Islam.
Armada laut Daulah Umayyah juga dirancang dengan formasi strategi perang orang-orang Arab yang gemar berperang di daratan. Pasukan unit tempur ditempatkan di atas kapal berbadan besar dengan jumlah paling sedikit 25 orang.
Mereka adalah pasukan yang terlatih dalam pertempuran sehingga ditempatkan di dek paling atas. Masing-masing tempat duduk diisi oleh dua orang yang merupakan para pendayung yang berjumlah lebih dari 100 orang, mereka juga dipersenjatai.
Perkembangan Futuhat wilayah Islam
Dengan kekuatan pasukan militer baik di darat maupun di laut, Daulah Umawiyyah berhasil memperluas wilayah hingga batas-batas terjauh. Puncak pencapaian upaya perluasan wilayah terjadi pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Al-Walid.
Daerah kekuasaan Islam terbentang mulai dari pantai Lautan Atlantik hingga perbatasan Cina. Di sisi barat, wilayah Islam mencakup wilayah Andalusia, kawasan Afrika Utara yang meliputi Maroko, Tunisia, Qairawan, hingga Mesir. Sedangkan di sisi timur wilayah kekuasaan Umawiyyah mencapai kawasan Bukhara, Samarkand, Daybul, Manshurah dan kawasan lain di perbatasan Cina.
Capaian perluasan wilayah ini tidak lepas dari peran para komando militer kedua khalifah di barat dan timur, yaitu Musa bin Nushayr dan Hajjaj bin Yusuf Al-Tsaqafi. Pada masa keduanya inilah perluasan wilayah memulai era baru, dimana sebelumnya pencapaian perluasan wilayah pertama dicapai pada masa Khalifah Umar dan Utsman.
Di wilayah barat, Islam berkembang menguasai wilayah Afrika Utara hingga Eropa. Melalui Tunisia kemudian sampai di Maroko yaitu di Selat Gibraltar. Islam membebaskan Andalusia dan terus hingga ke wilayah tengah Prancis serta beberapa kota penting di Italia.
Tanda awal kekuasaan Islam di wilayah Eropa adalah pembebasan Andalusia pada tahun 711 M dengan mengirim 12.000 pasukan pimpinan Thariq bin Ziyad. Sejak itu berkembang kota-kota Islam di Eropa.
Kota-kota tersebut menjadi pusat perkembangan dan kemajuan peradaban Islam di Eropa, yang umumnya, kota-kota tersebut berkembang menjadi pusat kemajuan dari perkembangan ilmu pengetahuan.
Cordoba adalah kota pusat kekuasaan Islam tempat terbentuknya institusi pendidikan tertua dalam Islam sebelum Al-Azhar, Mesir. Kota yang sebelumnya merupakan ibukota Andalusia tersebut berkembang menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan. Kegiatan intelektual berpusat di Universitas Cordoba, yang mampu menarik para pelajar tidak hanya di Spanyol (Andalusia), tetapi juga dari wilayah lain di Eropa, Asia, dan Afrika.
Kemudian Granada berkembang menjadi pusat perkembangan dan puncak kejayaan dari arsitektur Islam di Eropa. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya bangunan-bangunan megah di Granada salah satunya adalah Istana Al-Hamra.
Toledo berkembang menjadi pusat perkembangan industri dengan beragam kerajinan mulai dari perhiasan, emas, dan kerajinan logam. Sedangkan Sicilia di Italia, berkembang menjadi pusat perniagaan di Laut Mediterania dengan inovasi-inovasinya di bidang pertanian.
Seiring dengan capaian perluasan wilayah ini, lantas berpengaruh terhadap perkembangan aktivitas Daulah Umawiyyah. Terutama ketika armada laut Umawiyyah menguasai Laut Tengah bagian timur dan Afrika Utara beserta Andalusia. Kapal-kapal dagang Islam melakukan pelayaran membelah Laut Tengah dan melintas di antara Pelabuhan Romawi, Italia, Siprus, Kreta, Rodos, dan Nicosia.
Perkembangan ini bersamaan dengan berkembangnya aktivitas perdagangan maritim di sisi timur melalui Teluk Persia, Samudra Hindia, India, Kepulauan Hindia Timur (Asia Tenggara), hingga mencapai Cina.