Lokasi penemuan
CISAH menemukan batu nisan ini pada sisi barat sebuah kebun yang tidak terawat, yang terletak di Gampong Paya Leupah, Kecamatan Simpang Keramat, Kabupaten Aceh Utara.
Kondisi
Ditemukan dalam kondisi sangat baik. Inskripsi bisa dibaca dengan jelas. Batu nisan masih tegak tertanam di tanah sebagai penanda sebuah kubur. Bagian kaki batu nisan tertimbun oleh tumpukan dedaunan.
Tipe Batu Nisan
Batu nisan ini tergolong tipe nisan Samudera Pasai, yaitu nisan dengan tipe kurung kurawal dengan bagian puncak dipangkas datar. Bentuk ini bisa dikatakan mewakili bentuk batu nisan Wajah Pasai.
Bahan
Batu Kali
Dimensi
–
Ornamen
Bisa dikatakan bahwa hampir tidak ada ornament pada batu nisan ini. Hanya terdapat inskripsi kaligrafi pada bagian wajah batu nisan ini yang dibagi dalam tiga baris dan dua kolom.
Inskripsi
Dengan demikian, pembacaan inskripsi tersebut secara lengkap adalah sebagai berikut
1. Ayat Al-Quran yang terpahat di batu nisan tersebut terbaca sebagai Surah Al-Baqarah ayat 255, atau yang terkenal sebagai Ayat Kursi.
الله لا إله إلا هو الحي القيوم لا تأخذه سنة ولا نوم له ما في السموات وما في الأرض من ذا الذي يشفع عنده إلا بإذنه يعلم ما بين أيديهم وما خلفهم ولا يحيطون بشيء من علمه
Terjemah:
Allah, tidak ada tuhan selain Dia.Yang Maha Hidup, Yang terus menerus Mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia Mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya. (Al-Baqarah: 255)
2. Baris pertama pada kedua batu nisan tersebut dibaca sebagai berikut,
يحيطون في أحمد ,الحمد لله
Terjemah:
Mereka tetap memperhatikan sungguh-sungguh, mengawal serta memelihara ajaran dan tuntunan Nabi Muhammad Shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallam. Maka untuk itu, segala puji bagi Allah!
3. Baris kedua sampai keempat pada kedua batu nisan tersebut dibaca sebagai berikut,
سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم – قوام شيخ محمد بن شيخ أحمد – لا إله إلا الله محمد رسول الله
Terjemah:
Subhanallah (Mahasuci Allah), walhamdulillah (segala puji bagi Allah), wallahu akbar (Allah Mahabesar) wala haula wala quwwata illa billah (tiada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah), Qiwam (sandaran) Syaikh Muhammad bin Syaikh Ahmad, la ilaha illallah Muhammad Rasulullah.
Tidak ada inskripsi angka tahun yang terpahat pada batu nisan tersebut. Namun menurut MAPESA, berdasarkan Hisab Al-Jummal Al-Kabir maka kalimat pada baris pertama kedua batu nisan itu terbaca sebagai tahun 709 H. Hisab Al-Jummal adalah sebuah tradisi Arab dalam menyebutkan angka tahun. Menurut orang Arab, setiap huruf memiliki nilai dalam bentuk angka. Mereka menggunakan huruf-huruf itu, yang biasanya disusun dalam bentuk kalimat bermakna, untuk menyebutkan penanggalan atau tahun.
Konteks
Menurut MAPESA, pahatan inskripsi pada batu nisan tersebut mengungkapkan
kepandaian seniman pemahat. Ia mampu memilih kata-kata yang tepat untuk
mengungkapkan berbagai makna yang diinginkannya. Hal itu ditunjukkan pada
inskripsi yang terbaca sebagai يحيطون في أحمد الحمد لله (yuhithuna fi Ahmad,
alhamdulillah).
Pertama, pahatan inskripsi tersebut menunjukkan bahwa seniman pemahat
memahami Ilmu Nahwu dengan amat baik. Ia memahami perselisihan di antara para
ahli Nahwu dari Kufah dan Bashrah mengenai persoalan tanawub harf al-jar;
pergantian “peran” di antara huruf jar. Ia menggunakan huruf fi pada tempat
yang seharusnya diduduki huruf bi. Ia menyengajakan hal itu untuk tadhmin
(pengandungan makna fi’il atau kata kerja lain di dalam kalimat), sebab di
dalamnya juga terdapat tasybih (penyerupaan). Ia ingin menyerupakan (tasybih)
orang-orang itu berkumpul, melingkar dan mengelilingi serta memberikan
perhatian kepada orang yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut, tak ubahnya
dinding benteng yang menjaga dan mengawal orang-orang yang tinggal di dalamnya.
Kedua, pahatan inskripsi tersebut menunjukkan bahwa seniman pemahat
hendak mendeskripsikan mengenai sang penghuni kubur. Ia hendak mengungkapkan
bahwa sang penghuni kubur adalah orang yang amat dipuji karena budi pekertinya yang
teramat luhur. Dengan alasan bahwa, pertama, karena kalimat ini terdapat pada
batu nisan sebelah kaki yang lazim digunakan untuk menyebutkan epitaf; kedua,
karena pada bagian ini terdapat nama penghuni kubur; dan ketiga, karena di
sini, kata “ahmad” itu sendiri merupakan nama ayah dari penghuni
kubur, yang telah dipindahkan ke baris pertama untuk dapat mengungkapkan
hal-hal lain. Lalu pemahat hendak menyatakan bahwa setelah semua itu, segala
pujian itu hanyalah milik Allah semata.
Ketiga, dengan menggunakan Hisab Al-Jummal Al-Kabir, di mana setiap
huruf dihitung dengan jumlah nilai huruf-huruf penyusunnya (“alif”,
misalnya, tersusun dari huruf-huruf: alif, lam, fa’. Alif: 1; lam: 30; fa’: 80
= 111), maka angka yang dihasilkan dapat diterima sebagai angka tahun wafat
Syaikh Muhammad bin Syaikh Ahmad, serta didukung oleh berbagai data dan
pertimbangan ilmiah. Perhitungan ini dengan demikian menerbitkan angka tahun
hijriah 709 (abad ke-8 Hijriah) untuk tahun wafat Syaikh Muhammad bin Syaikh
Ahmad. Acuan untuk model batu nisan dari abad ke-8 Hijriah yang terdapat di
kompleks makam Kesultanan Sumatra di Gampong Meunasah Meucat, Blang Me, dapat
mendukung angka ini sebagai angka tahun wafat yang disurat lewat kalimat pada
batu nisan Syaikh Muhammad ini.
Dengan angka tahun wafat tersebut, kiranya, kita telah bertemu dengan
seorang tokoh yang hidup sejak masa Sultan Al-Malik Ash-Shalih (wafat, Ramadhan
696 Hijriah) dan meninggal dunia dalam masa pemerintahan Sultan Al-Malik
Azh-Zhahir Muhammad bin Al-Malik Ash-Shalih (wafat, 12 Zulhijjah 726 Hijriah).