Situs Bongal merupakan kawasan yang menyimpan bukti-bukti penting interaksi Nusantara dengan dunia Islam sejak abad ke-7 M. Identifikasi ini secara absolut didasarkan pada hasil analisis uji pertanggalan artefak, yang menunjukkan usia tertua artefak Situs Bongal berasal dari abad ke-7 M.
Namun identifikasi usia Situs Bongal masih membuka ruang kemungkinan lain. Situs Bongal dimungkinkan memiliki usia yang lebih tua dari abad ke-7 M. Kemungkinan ini didasarkan melalui hasil analisis uji pertanggalan satu artefak kayu yang menunjukkan angka abad ke-6 M.
Hasil ekskavasi tahap kedua tahun 2022 bahkan memunculkan identifikasi baru, bahwa terdapat kemungkinan Situs Bongal telah eksis sejak awal masehi. Namun identifikasi ini masih bersifat relatif, sebab baru didasarkan pada studi komparasi kesamaan temuan. Identifikasi ini berdasarkan kesamaan temuan manik-manik kaca emas dan perak Situs Bongal dengan manik-manik temuan Situs Pangkung Paruk, Bali.
Artefak temuan Situs Bongal menampilkan temuan yang kompleks dan beragam. Berdasarkan ekskavasi tahun 2021 hingga tahun 2022, didapati sejumlah besar artefak yang terdiri dari koin masa Daulah Umawiyah dan Abbasiyah, ragam keramik masa Dinasti T’ang, tembikar berglasir Timur Tengah, ragam fragmen kaca Timur Tengah, alat pengasah dari batu, ragam temuan logam, manik-manik batu maupun kaca, batu mulia, kayu kemudi kapal, kayu fragmen kapal, tali ijuk dengan beragam simpul, dan lempengan logam berinskripsi Arab.
Selain artefak, didapati pula temuan-temuan yang termasuk kedalam jenis ekofak, seperti ragam resin, pala, kemiri, dan beberapa temuan lainnya berupa biji-bijian. Sedangkan yang tak kalah penting ditunjukkan oleh sejumlah struktur batu dan kayu nibung bekas aktivitas binaan manusia.
Kompleksitas temuan artefak Situs Bongal ini menampilkan satu gambaran penting mengenai jejak peradaban di pesisir barat Sumatera. Seperti yang diutarakan Ketua Tim Peneliti Dr. Ery Soedewo dalam paparannya di beberapa kesempatan, yang menjelaskan bahwa Situs Bongal di masa lampau ialah kawasan dengan jejak aktivitas sehari-hari yang kompleks.
Berdasarkan identifikasi artefak diatas, aktivitas sehari-hari yang kompleks tersebut memastikan satu jejak koneksitas di antara komunitas masyarakat mancanegara. Temuan artefak yang melimpah menunjukkan artefak yang berasal dari tiga kawasan utama, yaitu Timur Tengah (dunia Islam), Asia Selatan, dan Asia Timur atau Cina.
Dari Identifikasi temuan ini, para arkeolog menyimpulkan bahwa Situs Bongal merupakan kawasan penting jalur pelayaran Samudera Hindia. Situs Bongal terhubung dengan aktivitas pelayaran dan perdagangan maritim global sejak abad ke-7 M. Lokasi strategis yang berada di pesisir Samudera Hindia ini juga menjadikan Situs Bongal titik singgah kapal-kapal yang hendak berlayar ke Cina.
Kontribusi dalam Penulisan Sejarah Indonesia
Situs Bongal dinilai menaruh sumbangan penting bagi perkembangan historiografi Indonesia. Salah satunya ialah temuan fragmen kayu kapal, yang diakui menjadi temuan penting bagi khazanah penelitian arkeologi dan penulisan sejarah maritim. Sejumlah peneliti arkeologi maritim melakukan studi komparasi terhadap temuan ini.
Komparasi dilakukan terhadap fragmen kayu kapal Situs Bongal dengan temuan bangkai kapal di Situs Punjulharjo, Rembang. Keduanya menunjukkan usia pertanggalan yang sama yang berasal dari abad ke-7 M, namun fragmen kayu kapal Situs Bongal memiliki ukuran yang lebih besar. Hal ini disebabkan kayu kapal Situs Bongal lebih panjang dan lebih lebar.
Komparasi lain juga dilakukan terhadap temuan bangkai kapal Situs Butuan, Mindanao, Filipina, bangkai kapal di Belitung, dan bangkai kapal di Cirebon.
Dalam konteks historiografi, Situs Bongal diakui menambah faktu baru tentang pesisir barat Sumatera. Penelitian Situs Bongal memberikan kebaruan yang signifikan baik secara spasial maupun temporal. Situs ini bahkan dimungkinkan menyentuh beragam kajian dan pendekatan, seperti sejarah, arkeologi, antropologi, filologi, geografi, geologi, hingga klimatologi.
Historiografi kawasan Pesisir Barat Sumatera khususnya dalam aspek kajian sejarah maritim, setidaknya diwakili oleh dua hasil penelitian. Pertama ialah penelitian arkeologi di Barus, yang dilakukan pada tahun 1995-2005 dan menghasilkan bukti-bukti jejak pemukiman abad ke-9 M.
Sedangkan yang kedua adalah hasil disertasi sejarah maritim Gusti Asnan di Jerman. Sejarawan Universitas Andalas ini meneliti aktivitas pelayaran dan perdagangan maritim pesisir barat Sumatera pada masa penguasaan Kolonial Hindia Belanda tahun 1819-1906, yang pada masa itu bernama Sumatra’s West Kust.
Kaitannya dengan studi historiografi, perbincangan mengenai hal ini tentu masih saja hangat dan relevan. Sejak Seminar Nasional Sejarah I tahun 1957, sejak pandangan baru tentang metodologi sejarah melalui tinjauan teori ilmu-ilmu sosial, hingga kemunculan pandangan kritis terhadap laju historiografi pada kerja-kerja sejarawan akademik, historiografi Indonesia berlangsung hingga kini menyentuh pendekatan multidimensi.
Lebih khusus dalam historiografi Islam, Situs Bongal sudah tampak jelas menunjukkan bukti kuat mengenai teori kedatangan Islam ke Indonesia sejak abad ke-7 M. Sejak tahun 1963 di Medan, kesimpulan tersebut telah dikemukakan dalam “Seminar Masuknya Islam ke Indonesia”.
Sumber catatan pelayaran para geografer muslim merupakan sumber sejarah yang dapat membantu kita sampai pada kesimpulan tersebut. Hamka salah satunya memuat sumber catatan tersebut dalam bukunya Sejarah Umat Islam sejak pertama kali diterbitkan tahun 1950-an. Melalui sumber catatan tersebut, kita dapat melihat keterangan-keterangan geografi kawasan Kepulauan Nusantara dalam rute pelayaran Samudera Hindia abad pertengahan.
Keberadaan Situs Bongal tentunya tidak hanya berhenti pada kesimpulan tersebut, ragam temuan yang kompleks juga menandai jejak aktivitas yang kompleks pula. Kajian mengenai Situs Bongal dapat menjelaskan bukan hanya kapan dan darimana Islam masuk, melainkan juga dalam sudut pandang yang lebih mendalam, tentang bagaimana proses berlangsungnya interaksi peradaban Islam sehingga memberikan pengaruh bagi kebudayaan lokal.
Sedangkan kaitannya dengan penelitian arkeologi, banyak pendekatan pula yang dapat disentuh. Setidaknya telah didapat dua pendekatan, yaitu berkaitan dengan arkeologi maritim dan arkeologi perkotaan. Hal ini seperti yang dimuat dalam pendahuluan buku Lobu Tua Sejarah Awal Barus.
Di buku tersebut Claude Guillot mengungkapkan kesulitannya mencari perbandingan terhadap kawasan Barus. Hal ini terjadi karena penelitian arkeologi yang berlangsung cenderung didominasi pada kegiatan pemugaran candi-candi masa Hindu-Buddha. Sedangkan di satu sisi penelitian tentang situs perkotaan kuno tertinggal jauh.
Dalam konteks ini, Situs Bongal dalam konteks geografis-spasial dan temporal, kajian kawasan, kompleksitas artefak, serta kajian literatur dapat menambah fakta baru sekaligus melengkapi laju historiografi dan penelitian arkeologi di Indonesia.