Kawasan Semenanjung Arab menempati posisi strategis yaitu di antara pusat peradaban kuno. Kawasan ini dihimpit oleh dua peradaban kuno yang tumbuh dari peradaban sungai besar, yaitu peradaban Mesir di Lembah Sungai Nil dan peradaban Babilonia di Lembah Sungai Eufrat dan Tigris (Mesopotamia).
Sejumlah peneliti bahkan menyebut bahwa selain dihimpit Mesir dan Babilonia, kawasan Semenanjung Arab juga berada di antara peradaban kuno Eropa di sisi barat dan peradaban kuno India di sisi timur. Dalam posisinya ini, orang-orang Arab sebelum Islam telah berperan menjadi penghubung perdagangan antara Eropa dengan India.
Bangsa Arab sendiri dikenal sebagai bangsa berkebudayaan maritim. Orang-orang Arab selatan merupakan para pelaut handal yang menguasai kawasan perairan Laut Arab, Laut Merah, dan Teluk Persia. Sejak masa terawal (pra-Islam), orang-orang Arab selatan ini bahkan telah berperan sebagai perantara dagang antara Eropa dan India.
Phillip K. Hitti dalam History of the Arabs juga menyebut bahwa budaya Arab identik dengan budaya maritim. Hal tersebut tak lepas pula dari keberadaan dua laut yang menopangnya, yaitu Laut Merah dan Teluk Persia.
Dari kebudayaan maritim tersebut, kawasan pesisir laut dan lembah sungai tumbuh menjadi kawasan pemukiman kota. Peradaban kuno yang tumbuh di kawasan pesisir dan lembah sungai seperti di Semenanjung Arab, Mesir, Eropa, Mesopotamia, dan India merupakan corak peradaban kota.
Purnawan Basundoro dalam Pengantar Sejarah Kota menyebut bahwa kawasan Timur Tengah secara umum yang merupakan tempat perkembangan awal peradaban dunia juga merupakan kawasan tempat kelahiran kota-kota pertama di dunia.
Awal Perkembangan Kota Islam
Awal perkembangan kota-kota Islam dimulai sejak Nabi Muhammad melaksanakan hijrah ke Yastrib. Kota ini kemudian diubah namanya menjadi Madinah seperti yang kita kenal sekarang.
Kota Madinah kemudian tumbuh menjadi kota Islam pertama, sekaligus menjadi ibukota peradaban Islam. Madinah (Yastrib) yang terletak di dataran oasis yang dikelilingi padang tandus dan gunung berbatu, memiliki penduduk yang terdiri dari orang-orang Arab dan Yahudi yang tinggal dalam kawasan-kawasan pemukiman yang terpisah berdasarkan latar belakang suku dan kabilahnya masing-masing.
Tiap pemukiman tersebut berisi komplek hunian, kebun, gardu pertahanan, serta dilengkapi lokasi pasar dan tempat bermusyawarah yang disebut Saqifah. Selain itu, di lokasi pemukiman Yahudi terdapat bait al-midras yang berfungsi hampir sama seperti masjid.
Sejumlah kebijakan penting kemudian diterapkan oleh Nabi Muhammad. Dalam rangka perjuangan dakwah Islam, Nabi Muhammad menyerukan ukhuwah Islamiyah sekaligus mempersaudarakan berbagai elemen masyarakat dengan tetap mengakui ikatan kekerabatan (Dzawil Arham).
Selain itu, Nabi Muhammad juga mengubah rasa fanatik kesukuan dengan keterikatan tanah air tempat tinggal mereka, dan menunjuk beberapa orang untuk menduduki jabatan tertentu dalam urusan sosial masyarakat. Kota Madinah kemudian juga menjadi kota pusat politik dan administrasi negara Islam yang dipimpin oleh Nabi Muhammad.
Lokasi perkampungan Bani Najjar dipilih menjadi pusat kota. Di lokasi ini dilakukan formasi pembangunan tata kota baru dengan Masjid Jami’ sebagai titik pusatnya. Setelah itu di kawasan sekitarnya menjadi lokasi hunian kaum muhajirin berdampingan dengan hunian kaum anshar.
Dalam perkembangannya, Kota Madinah mulai berkembang dengan pesat. Dibangun area pasar sebagai kawasan perkenomian masyarakat, yang dibangun di sebuah tanah lapang yang terletak di sekitar kawasan Masjid Al-Ghamamah hingga kaki Gunung Sala’.
Aktivitas perekonomian di pasar berlangsung dengan pengawasan seorang petugas yang dinamakan hisbah. Pada awalnya pengawasan dilakukan secara langsung oleh Nabi Muhammad. Setelah itu barulah Nabi Muhammad mengangkat Umar bin Khattab sebagai pejabat hisbah.
Jalanan perkotaan dibentuk berdasarkan bentuk perkembangan kawasan hunian. Terdapat jalan utama dan jalan sekunder yang terhubung hingga ke jalan-jalan kecil di sekitar hunian masyarakat.
Lebar jalan utama sebesar sepuluh hasta dan lebar jalan sekunder sebesar lima sampai enam hasta. Hal ini menjadi salah satu karakter jalan-jalan kota Islam, terutama di awal perkembangannya yang berada di antara bangunan-bangunan komplek hunian masyarakat.
Sedangkan sistem pertahanan kota dibangun untuk melindungi keamanan kota. Pertahanan buatan pertama Madinah adalah galian parit pada Perang Ahzab. Parit ini digali sepanjang 12.000 hasta serta diperkuat dengan dinding-dinding yang posisinya paling dekat dengan musuh.
Seiring dengan upaya futuhat, perkembangan kota Islam selanjutnya berkembang menjadi corak kota-kota militer. Kota-kota tersebut memainkan peran sebagai pusat pangkalan militer dan pusat administrasi bagi wilayah-wilayah yang baru dibebaskan. Corak perkotaan ini disebut sebagai Amshar, yang terdiri dari Bashrah, Kufah, dan Fustat.