Serangkaian kegiatan penelitian arkeologi sejak tahun 2020 – 2022 oleh Balai Arkeologi Sumatra Utara dan dilanjutkan oleh Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim dan Budaya Berkelanjutan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Sultanate Institute yang di ketuai oleh peneliti arkeologi Dr. Ery Soedewo, M. Hum di Situs Bongal, telah memberi banyak informasi tentang pentingnya Situs Bongal sebagai kawasan Cagar Budaya yang memiliki akar historis interaksi perdagangan dan pelayaran antara Kepulauan Nusantara (Bilad al-Jawi/Land of Below the Wind) dengan dunia internasional sejak abad ke-7 M hingga abad ke-10 M.
Kegiatan penelitian yang telah dilakukan Balai Arkeologi Sumatra Utara dilanjutkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Sultanate Institute di Situs Bongal yang terletak di Desa Jago-jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Kami rangkum selengkapnya sebagai berikut:
- Kegiatan Ekspedisi penyisiran geomorfologi kawasan Situs Bongal, oleh Tim Ekspedisi Sultanate Institute dan Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (MAPESA) dengan pendampingan oleh tenaga ahli dari Balai Arkeologi Sumatra Utara pada tangggal 10-30 Desember 2020.
- Setelah ekspedisi tahun 2020, ekskavasi pertama dimulai pada 15-31 Januari 2021, diketuai oleh arkeolog Dr. Ery Soedewo, M. Hum. Identifikasi dari 5 titik pengujian arkeologi (TP 01-05) menghasilkan temuan artefak yang kompleks dan beragam, yang mengindikasikan Situs Bongal merupakan bekas kawasan bandar pelabuhan kosmopolitan, di mana temuan artefaktualnya berasal dari kawasan mancanegara, di antaranya dari Timur Tengah dan aneka pecahan keramik asal China masa Dinasti Tang (abad 7-10 M).
- Masih banyaknya data yang belum terungkap di Situs Bongal, khususnya di kawasan perbukitan Bongal di Desa Jago-Jago, Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah, mengharuskan Balai Arkeologi Sumatra Utara bersama Sultanate Institute dan arkeolog independen, Deddy Satriya kembali melakukan ekspedisi kedua Situs Bongal dengan meluaskan penyisiran kawasan terjauh jejak aktifitas masa lampau di Situs Bongal. Ekspedisi kedua ini dilakukan untuk mengetahui luasan situs dan melakukan pemetaan terhadap persebaran gejala-gejala arkeologis Situs Bongal dalam skala keruangan (spasial). Ekspedisi yang berlangsung sejak 25 Januari – 14 Februari 2022 dan diketuai oleh arkeolog independen Deddy Satriya ini berhasil menjelajahi kawasan seluas 1324 ha dan menghasilkan sejumlah 85 titik ekspedisi.
- Ekspedisi kedua menghasilkan rekomendasi kepada Sultanate Institute dan Balai Arkeologi Sumatra Utara agar melakukan kegiatan ekskavasi lanjutan tahap kedua dengan lokasi titik pengujian ekskavasi yang lebih luas dari kegiatan ekskavasi.
- Berdasarkan rekomendasi penyisiran ekspedisi tahap kedua, maka ekskavasi tahap kedua membuka 8 kotak titik pengujian (TP 06-13). Ekskavasi ini bertujuan untuk mengetahui luasan okupasi Situs Bongal serta moda transportasi yang digunakan masyarakat masa lampau di Situs Bongal. Kegiatan penelitian ekskavasi tahap kedua yang berlangsung pada 14-28 Februari 2022 ini, Sultanate Institute melibatkan peneliti gabungan lintas disiplin ilmu dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di antaranya para peneliti ahli utama Pusat Riset Arkeometri BRIN, dan peneliti ahli kehutanan dari BPSI KLHK Kuok.
- Setelah ekskavasi tahap kedua, ekskavasi lanjutan tahap ketiga dilakukan pada 11-21 Juli 2022 oleh Sultanate Institute dengan melibatkan tim ahli arkeologi dari Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan dan Pusat Riset Arkeometri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang diketuai oleh arkeolog Dr. Ery Soedewo, M. Hum. Ekskavasi ini membuka 12 lokasi titik pengujian melanjutkan ekskavasi sebelumnya, yaitu (TP 14-25). Ekskavasi tahap ketiga ini selain menemukan dugaan fungsi makam pada struktur batuan, ditemukan pula jejak struktur bekas pemukiman masyarakat kuno penghuni situs Bongal masa lampau.
- Kegiatan ekskavasi lanjutan tahap keempat kemudian dilanjutkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) bersama tim ahli arkeologi dari Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan dan arkeolog Pusat Riset Arkeometri BRIN pada 18- 31 Agustus 2022 yang diketuai oleh Dr. Ery Soedewo, M. Hum, dengan membuka 4 titik pengujian melanjutkan ekskavasi sebelumnya, yaitu (TP 25-28). Ekskavasi tahap keempat ini semakin menguak data tentang struktur batuan yang merupakan bekas kawasan pemukiman masyarakat penghuni situs Bongal masa lampau.
- Kemudian dalam rangka melanjutkan kembali penelitian Situs Bongal, Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN menyelenggarakan ekskavasi lanjutan tahap kelima. Ekskavasi ini dilakukan pada 19 November-1 Desember 2022 dengan membuka dua kotak titik pengujian, yaitu (TP 29-30).
- Berdasarkan 30 titik pengujian ekskavasi yang telah dilakukan di Situs Bongal yang telah dijabarkan, ekskavasi Situs Bongal berhasil mengungkap beragam temuan artefaktual yang melimpah, yang menunjukkan bukti-bukti eksistensi Situs Bongal sebagai bekas kawasan kota pelabuhan internasional yang pernah eksis pada rentang masa abad 7-10 M, dan memiliki interaksi kuat dengan dunia pelayaran dan perdagangan maritim kawasan Samudra Hindia.
Oleh karena itu, sejumlah temuan artefaktual hasil ekskavasi Situs Bongal memperkuat bukti eksistensi Situs Bongal, sebagai bekas kawasan kota pelabuhan internasional yang terkoneksi dengan aktivitas pelayaran dan perdagangan maritim dunia. Berdasarkan identifikasi temuan, Kompleksitas ragam artefakual Situs Bongal menunjukkan bukti interaksi global dan merupakan lokasi tempat pertemuan komoditas dari tiga kawasan utama yakni Timur Tengah atau dunia Islam, Asia Selatan atau India, dan Asia Timur atau Cina.
Fakta ini dibuktikan pula dengan temuan-temuan yang mengindikasikan secara kuat lokasi keberadaan dermaga. Indikasi ini tercermin dari temuan struktur pondasi bangunan pada tiang-tiang pancang kayu nibung berukuran 3 sampai 4 meter, sejumlah fragmen kayu kapal, kayu kemudi kapal sepanjang 5 sampai 6 meter, dan tali ijuk dengan beragam simpul.
Tak hanya tinggalan berupa benda artefaktual, penelitian gabungan yang dilakukan juga memberi banyak informasi mengenai ekofak, yaitu jejak komoditas aromatika hasil hutan di Situs Bongal masa lampau, di antaranya seperti kafur, kemenyan, dan komoditas aromatika hasil hutan lainnya.
Hutan Sumatra menjanjikan komoditas hasil hutan berkualitas tinggi. Seperti yang digambarkan oleh sejumlah kitab sejarah buku geografi karya dunia islam dan laporan pelayaran Arab, bahwa kawasan Sumatra merupakan penghasil getah kafur terbaik. Deskripsi laporan pelayaran Arab ini relevan dengan sejumlah temuan getah-resin di Situs Bongal. Bahkan sejumlah pohon kafur masih dapat ditemui di hutan-hutan lebat di perbukitan Situs Bongal.
Selain itu, keberadaan pohon kafur bahkan juga masih dapat dijumpai di kawasan lain di pesisir barat Sumatera, yang termasuk daerah persebaran komoditas kafur. Pohon-pohon tersebut dapat dijumpai di kawasan Singkil dan Barus.
Situs Bongal juga menyimpan level peradaban yang tinggi. Interaksi yang terjalin begitu erat, mendorong lahirnya aktivitas industri di Situs Bongal. Bukti-bukti ini ditunjukkan dengan ditemukannya artefak yang melimpah, yang merupakan jejak aktivitas perindustrian. seperti keramik, kaca, peralatan medis, peralatan tenun, dan alat-alat pencetak koin.
Ekskavasi juga menemukan temuan fenomenal berupa tempayan yang berisi banyak artefak berupa manik-manik dan perhiasan yang diduga berasal dari masa abad awal masehi di kawasan struktur batuan bekas pemukiman. Berdasatkan pentingnya temuan, maka dilakukan ekskavasi lanjutan untuk memastikan fungsi temuan struktur batuan tersebut.
Guna memastikan usia pertanggalan artefak temuan Situs Bongal, uji pertanggalan artefak dilakukan pada 13 artefak yang terdiri dari kayu nibung, kayu wadah tinta atau kalam, kayu alat tenun, kayu sisir tenun, tali ijuk, pala, getah damar, dan kemiri, dengan metode Accelerator Mass Spectrometry (AMS) Radiocarbon Dating melalui Waikato University Selandia Baru. Uji pertanggalan ini kemudian menghasilkan petunjuk jejak peradaban Situs Bongal yang berasal dari abad 7 sampai 10 Masehi, sehingga hasil uji pertanggalan ini mengungkap wawasan kesejarahan tentang identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menempati kawasan kepulauan strategis, yang menghubungkan interaksi antar peradaban melalui jalur perdagangan maritim global sejak 1400 tahun yang lalu.
Para arkeolog dan sejarawan menilai, bahwa kawasan Situs Bongal layak menjadi kawasan situs cagar budaya warisan dunia UNESCO. Selain itu, Situs Bongal juga merupakan situs cagar budaya yang penting sumbangannya bagi kepentingan rekonstruksi sejarah jalur rempah Indonesia yang tengah digagas oleh Dirjen Kebudayaan Republik Indonesia. Sejauh ini, di antara kawasan-kawasan penghasil rempah Nusantara, Situs Bongal menjadi satu-satunya situs yang memiliki bukti sisa komoditas rempahnya ditemukan langsung di dalam lokasi titik pengujian ekskavasi.
Arkeolog dan sejarawan juga mengungkap dua temuan yang mengemuka berdasarkan penelitian di Situs Bongal. Dua temuan ini berkaitan dengan kebaruan dalam historiografi Indonesia. Pertama, dalam aspek spasial (keruangan), Situs Bongal membuka pengetahuan tentang jalur pelayaran pantai barat Sumatra. Di mana sebelumnya, rekonstruksi jalur pelayaran lebih banyak dilakukan di kawasan pesisir timur Sumatra, yang dianggap sebagai jalur pelayaran utama. Sejumlah arkeolog bahkan berpendapat, terungkapnya Situs Bongal dapat memberi kesimpulan sejarah baru, bahwa pesisir barat tak kalah ramai, bahkan lebih ramai dibanding jalur pesisir timur pada masa kejayaannya.
Sedangkan kedua, dalam aspek temporal (waktu), Situs Bongal merupakan kawasan situs perkotaan pesisir tertua di kawasan pesisir barat Sumatra. Situs Bongal bahkan menjadi satu-satunya bukti tertua interaksi masyarakat Nusantara dengan dunia Islam yang telah terjalin sejak abad ke-7 M.
Mengingat pentingnya data artefaktual hasil temuan selama penelitian ekskavasi di 30 titik pengujian yang telah dilakukan dalam kurun waktu dua tahun, Sultanate Institute berupaya membangun Museum Konservasi di kawasan Situs Bongal untuk merawat dan melestarikan data artefaktual temuan hasil ekskavasi, agar dapat bermanfaat bagi kepentingan edukasi dan ilmu pengetahuan di masa mendatang. Tak lupa, kerja-kerja konservasi yang berkelanjutan juga menjadi upaya serius untuk menjadikan Situs Bongal sebagai situs warisan dunia UNESCO.
Kekayaan sejarah yang sangat berharga ini harus diselamatkan dan dilestarikan. Agar warisan sejarah di kawasan Situs Bongal tak hilang jejaknya dan dapat terus bermanfaat bagi generasi mendatang. Dengan upaya penyelamatan dan pelestarian, selain menjadi sarana edukasi bagi masyarakat luas, warisan sejarah ini akan turut membangkitkan kesadaran identitas serta jati diri bangsa sebagai peradaban maritim kelas dunia
Oleh karena itu, Dinas Pendidikan Tapanuli Tengah bersama Sultanate Institute berupaya mengajak semua pihak, baik dari kalangan masyarakat umum dan seluruh dinas terkait, untuk bersama-sama lebih peduli secara serius pentingnya Situs Bongal serta merawat temuan-temuan artefak, melalui wadah Museum Fansuri Situs Bongal. Harapannya Museum Situs Bongal ini dapat berfungsi sebagai pusat edukasi dan konservasi Situs Bongal, sekaligus dapat menjadi wadah terbuka bagi para peneliti selanjutnya, baik dari kalangan akademik, maupun khalayak umum yang ingin melakukan penelitian-penelitian lanjutan di Situs Bongal.