Jika menengok sumber-sumber historiografi terawal tentang kawasan Kepulauan Nusantara, selain terdapat dalam sumber-sumber epigrafi, dapat kita temukan pula melalui sumber-sumber catatan perjalanan bangsa luar. Aktifitas interaksi antar kawasan yang bersifat perniagaan maupun keagamaan telah menyimpan sumber-sumber historis yang memungkinkan kita untuk mengetahui latar belakang historis maupun kebudayaan jauh sebelum masa kolonialisme Eropa.
Catatan perjalanan bangsa luar biasanya didapati melalui teks-teks keterangan yang datang dari Cina. Meskipun perlu dilacak secara parsial dan terpisah, terdapat sumber-sumber historis Cina yang telah dikumpulkan dan diterbitkan dengan judul Indonesia dalam Catatan Tionghoa.
Kemudian dalam periode selanjutnya, kita familiar dengan catatan perjalanan kapal-kapal Eropa, setidaknya terdapat dalam catatan perjalanan Suma Oriental oleh Tome Pires maupun catatan perjalanan Marco Polo.
Sumber-sumber historis catatan perjalanan tersebut memuat deskripsi geografis hingga sosio-antropologis masyarakat Nusantara. Bagi para arkeolog, sumber-sumber historiografi terawal ini bermanfaat dalam membantu memverifikasi data temuan artefaktual.
Hal ini merupakan pendekatan metodologis yang menekankan dialog antara teks dengan artefak (dialogue between aboveground and underground), yang disebut dengan textcavation.
Di antara sumber-sumber historiografi terawal catatan perjalanan yang familiar dalam kajian sejarah di Indonesia, terdapat catatan perjalanan yang masih sangat jarang dikenali para sejarawan maupun arkeolog di Indonesia, yaitu catatan perjalanan para pelayar muslim abad 9-15 M.
Dokumen catatan perjalanan pelayar muslim paling populer di Indonesia terbatas hanya pada catatan perjalanan Ibnu Battutah. Sedangkan di balik itu, terdapat sejumlah catatan pelayaran muslim yang memuat deksripsi geografis dan sosio-antropologis masyarakat Nusantara secara memadai.
Dapat disebut di antara catatan pelayaran muslim tersebut ialah ‘Ajaib Al-Hind, Rihlah As-Sirafi, Al-Masalik wa Al-Mamalik, Muruj Adz-Dzahab, dan Minhaj Al-Fakhir. Meskipun tidak familiar di Indonesia, manuskrip-manuskrip ini telah banyak diterjemahkan dan diterbitkan dalam berbagai bahasa di Eropa.
Dalam upaya penerjemahan teks-teks manuskrip pelayaran muslim abad 9-15 M, Indonesia bahkan tertinggal dari negara tetangga Malaysia, yang secara aktif lebih dulu melakukan penerjemahan kedalam bahasa Melayu.
Keajaiban Negeri Emas Zabaj
Buku Keajaiban Negeri Emas Zabaj Indonesia dalam Catatan Dunia Islam masa Abbasiyah membuka secara lebih memadai kajian mengenai teks-teks catatan pelayaran muslim dalam studi kesejarahan.
Arkeolog senior BRIN Sony C. Wibisono menjelaskan, bahwa buku ini menuliskan catatan sumber sejarah para pelayar Arab yang merupakan para penjelajah yang banyak menggambarkan dan melukiskan bagaimana perjalanan dari Arab ke wilayah-wilayah yang disebut “Zirbadad” atau “Tanah di bawah Angin”.
Selain itu, kehadiran buku ini juga semakin mendekatkan catatan-catatan pelayaran muslim dengan studi kesejarahan di Indonesia.
Para penjelajah Arab memiliki keahlian sebagai nahkoda, ahli geografi, pelaut, dan saudagar. Buku ini menunjukkan bukti mereka telah berlayar hingga ke Asia Tenggara sejak abad 9-10 M. Mereka sangat mengenali kawasan Asia Tenggara dan menjadi wakil dari peradaban Islam di masa Abbasiyah. Apa yang mereka tulis sangat menggambarkan peradaban abad 9 M.